TIMIKA,TimeX
Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) secara nasional mulai tahun 2019 memberlakukan aturan baru. Bagi penumpang yang membawa barang lebih dari 50 kilogram dikenakan bea bagasi atau tarif over bagasi.

Djunaidi Idrus
Sedangkan untuk berat barang bawaan dibawah 50 kilogram mendapat bebas bea bagasi atau free barang bawaan. Aturan ini berlaku seluruh rute pelayaran di Indonesia yang ditangani oleh Pelni.
“Besar tarifnya bervariasi sesuai dengan rute tujuan penumpang, Dan saya tidak hafal. Tujuannya agar penumpang dapat tertib, aman dan selamat,” tutur Djunaidi Idrus Kepala Pelni Timika saat ditemui Timika eXpress di ruang kerjanya, Senin (4/3).
Djunaidi menegaskan keputusan membebaskan free bagasi hingga 50 kilo sebagai bentuk komitmen perusahaan BUMN untuk memberikan pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai pengguna jasa moda transportasi laut.
Sebelumnya ujar Djunaidi pemberlakuan free bagasi hanya 20 kilo. Namun sekarang sudah bertambah menjadi 50 kilogram free bagasinya. Walaupun free bagasi menjadi 50 kilo sekarang harga tiket kapal tetap normal.
“Harga tiket ini dari dulu tidak berubah sejak kita mendapat Public Service Obligation dari pemerintah. Itu harga tiket boleh naik karena kita bukan swasta murni, karena kita mendapat subsidi dari pemerintah dan sampai sekarang tidak pernah naik harga tiket ini,” jelasnya.
Ia berharap ketentuan itu hendaknya dapat dipatuhi oleh para penumpang kapal agar pelayaran lebih tertib dalam menciptakan keamanan dan kelancaran. Terutama penerapan barang bagasi dapat berjalan sesuai ketentuan sehingga ikut mendukung keselamatan pelayaran.
Ruang tunggu Pelin di Pomako berubah fungsi
Kaitan dengan ini menjadi sorotan kondisi terminal kedatangan dan keberangkatan Pelni Timika di Pelabuhan Pomako Distrik Mimika Timur sangat memprihatinkan lantas sudah berubah fungsi. Bangunan konstruksi kayu yang kondisinya cukup memprihatinkan itu telah dijadikan tempat hunian beberapa warga sekitar.
Pantauan Timika eXpress di lokasi pada Senin (11/2) lalu kondisi bangunan secara keseluruhan memang sangat menyedihkan. Jauh dari kata layak sebuah tempat tunggu penumpang. Tanpa ada perawatan dari pihak berkepentingan. Kayu papan yang selama ini sebagai dek maupun dinding sudah termakan usia. Bahkan sebagian sudah keropos dimakan rayap. Parahnya lagi ada beberapa lembar papang sudah terlepas dari paku dan berlubang. Kondisi plafon juga demikian.
Marta seorang ibu yang tinggal di tempat itu menuturkan dirinya dan beberapa warga lain memilih tinggal di fasilitas publik ini sudah cukup lama.
Dengan polos Marta mengaku yang tinggal di tempa itu tidak hanya orang dewasa saja termasuk anak bayi dibawa ke tempat tersebut.
“Kita punya rumah di pulau sebelah, kita tinggal di sini, karena kita lagi cari karaka,” katanya.
Wanita Kamoro ini sadar meskipun kondisi bangunan sudah tidak layak terutama bagi kondisi anak bayi, namun ia merasa begitu nyaman.
“Memang banyak nyamuk, tapi kalau malam di sini sejuk. Saya punya anak bayi kalau malam saya tutup saja dengan kain biar tidak rasa dingin,” tuturnya. (san)