
“Saya minta polisi tegakan hukum positif. Tangkap yang suka buat konflik atau perang. Proses hukum dan penjara selama 30 tahun”
TIMIKA, TimeX
Bupati Kabupaten Puncak, Willem Wandik bersama jajaran Polda Papua sukses menuntaskan penyelesaian konflik antar warga di Distrik Kwamki Narama 24 Juli lalu melalui prosesi pembayaran denda adat (bayar kepala), Sabtu (30/9).
Dua kelompok warga yang berdamai dan menerima pembayaran denda adat senilai Rp2,5 miliar, yaitu kelompok Atimus Komangal dan Hosea Ongomang.
Bantuan dana tersebut digelontorkan Pemkab Puncak sebagai santunan atau denda adat bagi kedua kelompok warga di Kwamki Narama yang terlibat pertikaian.
Prosesi penyelesaian denda adat diikuti dengan penandatanganan damai oleh kedua bela pihak disaksikan langsung oleh Karo Ops Polda Papua Kombes Pol. Kharles Simanjuntak, Dir Sabhara Polda Papua Kombes Pol. Yan Frits Kaiway, Dir Pamobvit Kombes Pol. Adi Suseno, Kasat Brimob Polda Papua Kombes Pol. Mathius D. Fakhiri, serta Kasubdit 2 Dit Intelkam Polda Papua AKBP Wirasto.
Hadir pula Sekda Mimika, Ausilius You, Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon, jajaran anggota DPRD Mimika dan sejumlah anggota DPRD Puncak.
Penyelesaian denda adat lantaran kedua kelompok yang terlibat konflik horisontal Bulan Juli lalu menimbulkan sejumlah korban jiwa.
Bupati Willem Wandik merasa paling bertanggung jawab hingga harus turun tangan menyelesaian konflik di Kwamki Narama lantaran mayoritas warga Ilaga, Kabupaten Puncak ikut terlibat.
“Kami ada di sini bersama Pemda Mimika, ini membuktikan bahwa Mimika adalah bagian dari Puncak, dan Puncak adalah bagian dari Mimika,” kata Wandik di hadapan ratusan warga.
Wandik menegaskan, seringnya terjadi konflik di Kwamki Narama merupakan ulah dari oknum warga yang tidak bertanggungjawab dan merupakan provokator tindak kriminalitas yang berujung aksi balas dendam melibatkan kelompok warga.
“Orang macam ini, provokator bunuh orang dan memicu konflik, saya kutuk orang- orang itu dan harus diproses hukum,” tegasnya.
Menurut Wandik, kehadiran pemerintah memfasilitasi penyelesaian konflik dan memberikan santunan kepada para korban, bukan berarti bahwa pemerintah membiarkan konflik itu terus terjadi.
Wandik pun menegaskan, ia tidak akan menerima proposal masalah seperti ini atau untuk kepentingan bayar denda karena konflik antar warga,” tegasnya lagi.
“Saya minta warga saya tinggalkan semua permasalahan dan hentikan bentuk-bentuk pertikaian di masyarakat. Sudah saatnya masyarakat Papua maju berkembang, bukan justru saling membantai satu sama lain.
Kalau seperti ini terus kita akan habis dan tertinggal. Saya tidak pernah dukung perang adat. Tapi saya akan dukung masyarakat yang mau maju jadi pejabat,” katanya.
Wandik lantas meminta kepolisian agar menegakkan hukum positif bagi setiap pelaku yang memicu terjadinya perang suku. Bahkan, dirinya berharap ada efek jera bagi pelaku dengan ganjaran hukum yang setinggi-tingginya.
“Saya minta polisi tegakan hukum positif. Tangkap yang suka buat konflik atau perang. Proses hukum dan penjara selama 30 tahun,” serunya.
Ia pun berharap dengan penyelesaian adat ini, ke depannya Kwamki Narama tidak lagi ada konflik. Melainkan bersama Pemerintah Daerah membangun Kwamki Narama agar lebih maju dan terus berkembang.
Mewakili Polda Papua, Karo Ops Kombes Pol Kharles Simanjuntak, mengatakan bahwa kepolisian sangat membutuhkan kerjasama pemerintah daerah dan seluruh tokoh adat dalam menghadapi berbagai dinamika di masyarakat.
“Kami punya keterbatasan terutama untuk permasalahan adat istiadat Papua yang cukup unik. Kami butuh bantuan dari seluruh elemen. Maka itu, kami sangat mengapresiasi tercapainya proses peedamaian ini,” katanya.
Menurutnya, Indonesia adalah Negara hukum, sehingga diharapkan ke depan kepolisian sudah mulai perlahan-lahan memberlakukan hukum positif dalam peristiwa perang adat di Papua. Meski dilakukan penyelesian secara adat, tetapi pelaku pembunuhan tetap akan diproses hukum.
“Momen hari ini jadi contoh bagi kabupaten lain di Papua bahwa kita adalah negara hukum. Proses adat berjalan, tetapi proses hukum harus tetap jalan,” imbuhnya.
Sementara, Atimus Komangal mengungkapkan, dengan selesainya prosesi pembayaran denda adat, maka ke depannya adalah hidup bergandeng tangan dan tidak lagi ada dendam.
“Mari kita bangun Kwamki Narama ke depan lebih baik,”ajak Atimus sekaligus mengucapkan terima kash kepada
Pemerintah Kabupaten Puncak , Pemerintah Kabupaten Mimika serta serta pihak Polri dan TNI di Papua termasuk di Timika yang telah mengawal dan mendukung proses perdamaian hingga tuntas.
Untuk diketahui, konflik di Kwamki Narama Bulan Juni hingga 2016 silam menelan lima korban jiwa, puluhan luka-luka. Tidak hanya itu, sejumlah kendaraan dan rumah warga pun dibakar hingga ratusan warga dari Timika terpaksa mengungsi ke Jayapura kala itu. (tan)