
FOTO BERSAM – Suasana foto bersama Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika, bersama Johannes Rettob, Wakil Bupati Mimika dengan para peserta Forum OPD-PPA di Hotel Grand Mozza, Jumat (15/11).
TIMIKA,TimeX
BPS Papua pada data publis Maret 2019 memberikan gambaran Papua sebagai Provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia yakni 27,53 Persen.
Angka ini meningkat 0,1 persen dari September 2018 yakni 27,43 persen, sedangkan rata-rata Nasional 9,47 persen.
Dimana jumlah penduduk termiskin di Papua masih didominasi oleh perempuan dan anak yang tersebar secara sporadis di lima kawasan pembangunan dan masih didominasi kawasan Saileri, Ah Hanim, Mee Pago dan Lapago.
Hal ini diungkapkan dalam kegiatan Forum Organiasi Perangkat Daerah (OPD) PPA di Mimika, yang diikuti oleh 24 kabupaten di Hotel Grand Mozza, Jumat (15/11).
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3A-KB) dari 24 kabupaten se-Papua khususnya Wilayah Adat Saileri, Ah Hanim, Mee Pago dan Lapago, mengikuti Forum OPD, DP3A-KB di Mimika, dengan tema “Mempercepat terwujudnya kesejahteraan perempuan anak Indonesia melalui pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Papua”.
Kegiatan dibuka Johannes Rettob, Wakil Bupati Kabupaten Mimika di Hotel Grand Mozza, Jumat (15/11). Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari, Jumat-Sabtu (15-16/11).
Hadir dalam acara tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Papua dan Anneke Rawar, Alice Wanmang, Kepala DPA-AKB Mimika.
Benyamin Krey, Kepala Bidang KB dan Advokasi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB Provinsi Papua yang juga sebagai ketua panitia.
Dalam sambutan Benyamin Krey mengatakan tujuan kegiatan ini, untuk memperkuat pemahaman dan persepsi penyelenggaraan pembangunan P3A-AKB di Papua berbasis kawasan, selain itu dapat meningkatkan srategi dalam mendorong kebijakan program dan kegiatan PPA dan KB di Papua berbasis kawasan.
Dikatakan, Papua Dalam Angka tahun 2018 memberikan gambaran jumlah penduduk Papua 3.486.000 jiwa, terdiri dari laki-laki 1.592.000 jiwa, dan perempuan 1.894.000 jiwa, perempuan meningkat 35,4 persen, merupakan aset pembangunan yang secara kuantitatif seimbang, tahun ini Papua sudah masuk era bonus demografi, dimana sejumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada penduduk usia non produktif.
Era bonus demografi ini kemudian menimbulkannya rentangnya masalah sosial baru, mengingat jumlah usia produktif tidak setara dengan ketersediaan lapangan kerja, oleh penyelengara pembangunan dan ketatnya kompetisi dunia usaha, tuntutan klasifikasi kebutuhan SDM oleh dunia usaha/kapitalis yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem pendidikan yang ada di Papua, serta diperburuk lagi dengan ketidak mampuan SDM OAP untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri dan komunitasnya, sekalipun itu di era otonomi khusus.
Kondisi ini tentu saja meningkatkan tingkat pengangguran yang pada akhirnya menjadi sumber pemicu konflik sosial yang lain, perempuan dan anak ada dalam kondisi ini.
BPS Papua pada data publis pada Maret 2019 memberikan gambaran Papua sebagai Provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia yakni 27,53 Persen.
Meningkat 0,1 persen dari September 2018 yakni 27,43 persen, sedangkan rata-rata Nasional 9,47 persen dimana jumlah penduduk termiskin di Papua masih didominasi oleh perempuan dan anak yang tersebar secara sporadis di lima kawasan pembangunan dan masih didominasi kawasan Saileri, Ah Hanim, Mee Pago dan Lapago.
Papua dalam tahun 2018 memberikan gambaran bahwa jumlah korban permasalahan rawan sosial dan konflik sosial yang tumbuh, berada dan tersebar di 28 kabupaten dan satu kota di Papua, masih didominasi oleh perempuan dan anak.
Kondisi ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah penganguran di Papua per Agustus 2019 sebesar 67.173 orang, bertambah sekitar 5.288 dibanding dengan February 2019 sebesar 8.417
Satu tahun terakhir, tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dari 2,20 persen, Agustus 2018 menjadi 3,65 persen pada Agustus 2019.
Dimana jumlah penganguran terbuka ini masih didominasi oleh perempuan karena mengalami kesulitan dalam akses lapangan pekerjaan, masih sulit keluar dari rana domestik ke rana publik yang bersifat swasta.
Kaloborasi data antara Polda/Polres/Polsek Papua, RSUD/Puskemas, Kejaksaan/Pengadilan, pusat layanan terpadu dan BPP dan KB dari tujuh kabupaten/kota dari 2012-2018 tercatat ada 4.721 tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.
Indek pembangunan gender dalam data pembangunan manusia berbasis gender tahun 2018 memberikan gambaran IPG Papua 79,38 persen naik dari tahun 2016 yakni 74,09 persen angka harapan hidup (AHH) perempuan di Papua 67 persen lebih tinggi dari laki-laki yakni 63,45 persen.
Sedangkan Harapan Lama Sekolah (HLS) perempuan lebih rendah 10,24 persen dari laki-laki yang angkanya 10,65 persen.
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) perempuan 5,44 persen atau 7,02 persen. Artinya harapan lama sekolah laki-laki dan perempuan sama tetapi dalam kenyataannya yang bisa menikmati jenjang sekolah lebih lama laki-laki, tentu saja berdampak langsung terhadap sumbangan pendapatan yakni laki-laki 10,562 dan perempuan 4,008.
Masalah sosial lain dialami perempuan dan anak, namun belum terdata secara kumulatif seperti perempuan anak dengan narkoba, HIV, AIDS, KDRT, jaringan prostitusi, trafficking, dengan tenaga kerja upah minim, tidak sesuai UMP, gagap teknologi, sulit akses informasi, sulit akses Yankes , regulasi yang diskriminatif, penegankan hukum yang belum responsif, sekitar limba tambang pembuangan sampah terakhir, rokok dan Miras.
Maka dengan melihat dan mempertimbangkan data dan fakta-fakta tersebut maka pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB, hasil kesepakatan forum OPD P3AKB tahun 2018 menyepakati pelaksanaan forum OPD P3AKB tahun 2019 di Kabupaten Mimika.
Sebelumnya, Lukas Enemebe, Gubernur Provinsi Papua dalam sambutan yang dibacakan Johannes Retto Wakil Bupati Mimika menyampaikan, dengan terselengaranya Forum OPD pemberdayaan perempuan se-Provinsi Papua mulai hari pertama sampai hari ini (kemarin), terjadi harmonisasi dan sinkronisasi program guna memecahkan permasalahan perempuan dan anak di daerah masing-masing yang disesuiakan dengan situasi.
Perempuan Papua juga semakin berkualitas dan dapat pula menyiapkan generasi penerus yang berkualitas.
Selain itu lembaga pemberdayaan perempuan baik provinsi maupun kabupaten harus menjadi lembaga terdepan yang menyuarakan tentang kesetaraan gender, ini menyangkut hak-hak dasar perempuan Papua, disamping partisipasi aktif dan adanya jaminan terhadap pemberian hak dan tanpa pengakuan deskriminasi baik perempuan dan anak merupakan salah satu komponenen yang turut menentukan keberhasilan pembangunan.
Dalam pertemuan tersebut disepakati sinkronisasi dan harmonisasi kegiatan antara provinsi dan kabupaten se-Papua dan menjadikan “three ends” hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam ekonomi plus, hentikan kesenjangan perempuan dan anak dalam politik dan gerakan ‘her for she’ (Gerakan Laki-laki untuk perempuan), untuk kesetaraan sebagai target capaian lembaga pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana se-Papua lima tahun ke depan.
Dalam kegiatan tersebut, menghadirkan narasumber Dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Bappeda Provinsi Papua, BKKBN Provinsi Papua dan DP3AKP Papua.
Adapun materi yang dibawakan yaitu, kebijakan implementasi KLA di 28 kabupaten dan satu kota di Papua, materi kedua, Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus (Otsus) khusus untuk program PPA di Papua dan materi ketiga penguatan ketahanan pangan. (a30)