
TIMIKA, TimeX
Delapan kelompok paguyuban masyarakat Jawa menyatakan sikap tidak tergabung dalam organisasi Kerukuan Keluarga Jawa Bersatu (KKJB). Yakni Paguyuban Malang, Lamongan, Banyuwangi, Trenggalek, Bojonegoro, Jogja, Majapahit dan Semarang.
Pernyataan tersebut dituangkan dalam bentuk penandatanganan sikap bersama yang dilakukan oleh para ketua paguyuban bersama tiga belas tokoh dan tetua-tetua dari delapan paguyuban tersebut melalui konferensi pers yang dilakukan di Barley Lounge, Rabu (19/5).
Kepada Timika eXpress, Purwanto yang merupakan salah satu perwakilan mengatakan, sikap bersama yang ditunjukan melalui kesepakatan tersebut bukan untuk memecah belah keluarga besar jawa, namun lebih pada bagaiamana tiap-tiap paguyuban dapat berperan secara eksis sebagai organisasi kedaerahan, agar lebih leluasa dan lebih bertangungjawab terhadap masyarakatnya.
“Kami hanya ingin memperbaiki paguyuban masing-masing. Biar paguyuban bisa lebih makismal mengurus masyarakatnya. Tidak ada unsur atau niat membuat KKJB tandingan atau menyelamatkan masyarakat Jawa tapi murni bersumber dari niat baik, bagaimana kita fokus mengurus paguyuban masing-masing,” jelas Purwanto.
Ia mengatakan, karaktetistik masyarakat Jawa secara keseluruhan tidak jauh berbeda. Hanya saja masing-masing paguyuban memiliki budaya kearifan lokal yang berbeda dan tidak bisa disamakan. Apalagi hanya melalui satu induk organisasi besar.
Menurut Purwanto, sejauh ini masih ada organisasi induk paguyuban jawa yang tergabung dalam Yayasan Wahana Bhakti Jawa Timika. Yayasan tersebut masih aktif dan telah diakui keberadaanya. Apalagi organisasi tersebut sangat mewakili keseluruhan karakter dan jiwa masyatarakat Jawa secara umum.
“Kami menghormati orang tua kami yang telah lama mengelolah paguyuban-paguyuban yang ada. Selama ini mereka ada untuk masyarakat Jawa. Jadi kami tegaskan kami tidak tergabung atau terlibat dalam aktifitas KKJB. Apalagi dalam hal berpolitik karena kami hanya organisasi kemasyarakatan,” jelasnya.
Purwanto mengatakan tidak menutup kemungkinan ada beberapa paguyuban jawa lainnya sependapat dengan sikap mereka. Walau demikian, pasti ada juga yang menyalahkan sikap tersebut. Namun baginya, semua itu adalah pilihan. Yang pasti, sikap bersama yang ditunjukan bukan untuk memecah belah keluarga besar masyarakat Jawa, namun lebih pada proses kemandirian tiap paguyuban Jawa.
Baginya yang terpenting setiap paguyuban memiliki khas dan kearifan lokal masing-masing. Misalnya Banyuwangi berbeda dengan Bojonegoro, begitu juga dengan paguyuban lain. Faktanya, setiap paguyuban berbeda dan punya khasnya sendiri.
“Kearifan lokal itu yang harus dikembangkan di setiap paguyuban. Tidak mungkin satu arah. Ini juga menjadi acuan bagi kami untuk lebih memaksimalkan keberadaan kami, sebagai paguyuban jawa di Mimika,” ungkap Purwanto yang diiyakan oleh perwakilan paguyuban lainnya. (a14)