TIMIKA,TimeX
Pengadilan Agama (PA) Mimika, sejak Januari-April 2019 telah menyidangkan dan memutuskan 48 perkara yang diterima. Jumlah perkara yang ditangani terdiri dari cerai talak (suami yang ajukan) sebanyak 15 kasus, cerai gugat (istri yang gugat) tercatat 29 perkara, perkara hadlana, kewarisan, pengangkatan anak dan asal usul anak.

Bahri Conoras
Demikian disampaikan Bahri Conoras selaku hakim sekaligus Humas Pengadilan Agama kepada Timika eXpress di ruang kerjanya, Rabu (24/4).
Ia menyebutkan perkara yang paling menonjol selama ini, yaitu perceraian gaib. Misalnya salah satu dari suami atau istri pergi tanpa keterangan dan alamat yang jelas. Alasan kedua terjadi perceraian karena perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga penyebabnya perselingkuhan, dan ketiga faktor ekonomi mendorong orang bercerai. Misalnya pendapatan suami kurang sesuai, sementara kebutuhan lebih besar.
“Pertama karyawan-karyawan yang mogok, banyak istri mereka yang ajukan cerai. Seharusnya susah senang sama-sama. Sekarang orang hanya lihat uangnya saja,” tutur Bahri.
Mengenai hal ini, sambung Bahri, setiap kali ada orang baru tahap mendaftar panitera sudah memberikan edukasi, pemahaman dan motivasi-motivasi sifatnya positif agar orang tidak bercerai. Ada yang setelah mendapat pemahaman, belum sampai pada meja persidangan mencabut kembali berkas perkaranya. Tapi ada juga mereka lolos sampai di meja persidangan kadang keduanya baru memutuskan untuk hentikan perceraian.
“Karena setiap kali masuk tahapan persidangan, majelis sidang selalu saja berupaya mengarahkan kedua belah pihak yakni suami istri untuk bersatu kembali. Namun ada juga perkara yang masuk tahap persidangan, tidak berhasil tapi setelah dimediasi di luar sidang, meskipun untuk kasus cerai jarang sekali terjadi, terkecuali masalah harta gono gini, tapi ada yang berhasil mencapai kesepatakan bersatu kembali,” paparnya.
Ia menjelaskan sejauh ini Pengadilan Agama setiap memproses perkara yang masuk untuk tim mediator dari luar yang mengantongi sertifikat atau sertifikasi resmi belum ada. Mediator yang sudah bersertifikat hanyalah mediator hakim sendiri.
“Kita di Pengadilan Agama sendiri. Sejauh ini belum ada mediator luar yang resmi terakreditasi yang mendaftar di Pengadilan Agama,” katanya.
Bahkan ia mengajak kalau ada orang yang sudah mempunyai sertifikat mediator luar silahkan mendaftar di Pengadilan Agama biar teregistrasi. Sehingga ketika ada perkara orang yang bersangkutan tinggal memilih siapa mediator luar yang menangani mediasi kasusnya. Syaratnya, dia sudah mengikuti pelatihan tentang mediasi dan didukung sertifikat dikeluarkan oleh lembaga benar-benar kompeten terakreditasi. Keberadaan mediator luar memang diakui oleh undang-undang.
Sementara mediator Pengadilan Agama yang juga hakim katanya pada saat pendidikan sudah mendapat pelatihan mediator, sehingga mengantongi sertifikat. Makanya dengan belum adanya mediator luar sejauh ini semua perkara yang masuk, proses mediasinya ditangani langsung oleh hakim Pengadilan Agama sendiri.
Bedanya, mediasi ditangani oleh mediator Pengadilan Agama sesuai peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2016 tentang mediasi hakim, tidak bisa melayani mediasi luar. Hanya bisa internal Pengadilan Agama. Hal ini untuk menghindari adanya dugaan kong kaling kong atau kesepakatan apa yang mengarah pada suap menyuap. Tapi untuk mediator luar tempatnya tidak terikat, tergantung kesepakatan kedua belah pihak mau mediasi di mana. Apakah di pinggir pantai, di hotel, di restauran. Intinya tempatnya menjamin rasa aman selama proses mediasi bagi kedua belah pihak.
“Yang jelas kedepan dengan adanya mediator luar sudah pasti membantu kerja Pengadilan Agama. Nanti kan biodata mediator luar dan fotonya ditempel di Pengadilan Agama. Lalu semua ditawarkan kepada mereka mau pakai mediator luar mana sesuai keinginan mereka,’ jelasnya.
Namun ia menambahkan ada keuntungan menggunakan mediator hakim. Terutama apabila ada biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan perkara mediasi, sifatnya gratis alias tidak dibayar. Sebab semua biayanya menjadi tanggungan negara. Sedangkan mediasi luar sudah harus ada kesepakatan para pihak dari awal. Karena nanti sehubungan dengan biaya-biaya pertemuan yang dikeluarkan menjadi tanggungjawab para pihak (suami-istri).
Sidang luar gedung
Ia menambahkan pada 2019 pihak Pengadilan Agama sudah jalani sidang luar gedung atau keliling. Dua kali di Pomako wilayah Distrik Mimika Timur pada Januari dan 6 Maret lalu. Kemudian satu kali di SP 7 sidang digelar 11 Maret, dua kali di Kampung Wangirja SP IX wilayah Distrik Iwaka, sidangnya pada 28 Maret lalu.
“Kurang lebih dari Januari hingga April ini sudah delapan kasus perkara cerai yang kami tangani di luar gedung. Lama prosesnya sama seperti sidang di Pengadilan Agama, mulai dari pendaftaran hingga penentuan tanggal sidang, membutuhkan waktu kurang lebih dua minggu. Apabila perkaranya berbeda tempat biasaya persidangannya kita satukan di salah satu tempat untuk memudahkan petugas,” paparnya.
Penanganan perkara luar gedung ini jelasnya petugas mendatangi warga. Tapi sebelum tim turun sudah ada tokoh agama atau tokoh masyarakat setempat yang dipercayakan memberikan sosialisasi. Setelah mereka siap tim turun. Seluruh biaya perkara ditanggung oleh pihak-pihak yang berperkara seperti normalnya perkara yang diproses di Pengadilan Agama. Bedanya perkara keliling para pihak tidak perlu jauh-jauh datang ke Pengadilan Agama, sifatnya menunggu di tempat.
DIPA tahun 2019
Pada tahun 2019 ini katanya total DIPA Pengadilan Agama Rp2.847.185.000. Dari besaran DIPA ini untuk anggaran sidang keliling disiapkan sebesar Rp30 juta, perkara prodeo dianggarkan Rp2.064.000. Sisanya untuk biaya gaji pegawai dan biaya operasional serta pengadaan kebutuhan ATK.
Di Pengadilan Agama katanya ada perkara prodeo atau gratis diperuntukan bagi orang tidak mampu. Tahun ini kuota disiapkan hanya empat perkara dan baru satu perkara yang masuk.
Ia juga menjelaskan besaran anggaran ini sebenar masih kurang tapi diupayakan semaksimal mungkin untuk mencukupi seluruh biaya operasional. Semua penggunaan keuangan menerapkan sistem transparansi. Siapa saja boleh mengakses di website pa-mimika.go.id.
Keberadaan Pengadilan Agama ini jelasnya bukan dibawah Kementerian Agama melainkan langsung dibawah naungan Mahkamah Agung (MA) bersama saudara kembarnya, Pengadilan Negeri (PN) Mimika, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Militer. Yang berada di bawah Kementerian Agama yaitu Kantor Kementerian Agama (Kemenag).
“Empat saudara kembar ini punya hubungan dengan kantor pusatnya Mahkamah Agung. Dan tidak ada hubungan dengan Kementerian Agama. Kalau punya hubungan dengan Kemenang adalah Kantor Kemenag Mimika. Banyak orang belum paham itu. Sudah dipisah sejak lama,” jelasnya.
Pengadilan Agama ujarnya saat ini memiliki sepuluh Pegawai Negeri Sipil (ASN). Jumlah ini terdiri dari tiga hakim dan tujuh pegawai. Dengan terbatasnya personil ini katanya suka tidak suka harus terima. Setiap program seperti zona integritas dan melaksanakan Akreditasi Penjamin Mutu (APM) tahun 2018 lalu tetap laksanakan. Semua bekerja sifatnya rangkap jabatan.
Untuk hasil APM katanya hingga sekarang belum diumumkan. Ia juga belum mengetahui apa kendalanya sehingga belum diumumkan hasilnya.
“Pusat ini kan buat program hanya melihat kebutuhan ada di pusat tanpa perhatikan di daerah. Di sana biar perkara banyak tapi didukung tenaga juga banyak,” katanya.
Saat ini katanya Pengadilan Agama sementara menunggu tim gabungan penilaian zona pakta integritas. Tim ini dari luar Mahkamah Agung yakni Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PAN). Namun hingga kini belum tahu kapan tim turun melakukan penilaian.
Adanya zona pakta integritas ini katanya Pengadilan Agama menyiapkan kotak kritik dan saran bagi masyarakat. Bahkan apabila ada indikasi korupsi di lingkungan Pengadilan Agama masyarakat silahkah mengadu langsung menghubungi nomor atau alamat yang ada. Semuanya transparan.
“Kita pegawai Pengadilan Agama punya satu komitmen yang kuat, tidak ada lagi pegawai yang korup. Ketahuan bisa diproses dan diberi tindakan keras,” katanya.
Bahkan mengimplementasikan komitmen itu, setiap uang sisa perkara yang sudah putusan pengadilan, pihak Pengadilan Agama mengingatkan kepada yang berhak untuk mengambil. Apabila sudah kembali ke rumah masih tetap disurati untuk segera mengambil kembali uangnya. Namun apabila sudah lewat masa waktunya enam bulan secara aturan uang sisa itu disetor ke kas negara. (antonius djuma)