“Ketika saya ucapkan ‘I love you’. Artinya saya melayani mendahului seluruh kebutuhan dan kepentingan mu daripada diriku sendiri. Ketika sorang suami menyatakan mencintai istrinya harusnya ia menanggung segala-galanya bagi istrinya. Artinya kita tidak menjadi orang-orang yang egois dan egosentris”
TIMIKA,TimeX
Umat Katolik seluruh dunia termasuk umat Katolik Paroki Katedral Tiga Raja wilayah Keusukupan Timika merayakan ekaristi Kamis Putih. Misa pertama dimulai pukul 15.00 WIT dihadiri ribuan umat. Sementara misa kedua dimulai pukul 08.00 WIT. Misa kedua ini dipimpin oleh RP Igo Welerubun MSC.

RP Igo dalam kotbah Kamis Putih menegaskan sesuai bacaan pertama berpesan bahwa tidak ada seorang yang hidup bagaikan sebuah pulau.
“Kita hidup bersama-sama, kita hidup dalam kelompok-kelompok. Kelompok gereja, kombas, lingkungan, kelompok masyarakat. Kita berada dalam suatu kelompok kebersaaan hidup,” katanya.
Ia mengatakan bila dalam hidup keberasaan orang bisa mencapai rasa damai maka orang harus tahu aturan. Aturan gereja, masyarakat, moralitas Kristiani dan praktekan dalam hidup.
“Kalau orang tidak patuh pada aturan maka terjadi adalah bencana, chaos, huru-hara dan konflik. Masing-masing orang dalam kebersamaan ini harus tahu aturan. Supaya orang jangan bilang kita orang yang tidak tahu aturan,” jelasnya.
Ia menegaskan dengan tahu aturan maka yang namanya bonun commune itu atau kebahagiaan hidup bersama, kesejahteraan bersama itu bisa tercapai, bisa alami.
Sementara pesan berikutnya Yesus membuat ekaristi atau ekaristo artinya terima kasih atau syukur. Maka hidup orang beriman harus dilandasi atas dasar syukur. Seorang disebut orang beriman kalau ia tahu bersyukur. Ia tahu bila bangun pagi masih ada napas, dalam kondisi sehat maka wajib mengucapkan syukur. Sebaliknya pada malam hari sebelum tidur juga mengucapkan syukur atas apa yang telah dikerjakan sepanjang hari tadi.
Wujud yang nampak daripada syukur itu adalah doa. Orang yang tahu bersyukur adalah orang yang tahu berdoa. Rajin datang ke gereja, ikut kegiatan kombas, doa lingkungan, orang yang selalu berkomunikasi membangun hubungan intim dengan Tuhan dalam doa.
“Kita tahu bersama kalau doa itu komunikasi dengan Tuhan. Kalau itu komunikasi berarti doa itu tidak hanya berbicra kepada Tuhan, tetapi saya berbicara dengan Tuhan. Maka kalau kamu berdoa jangan bicara terus. Tapi sediakan waktu berdiam diri mendengar apa yang mau Tuhan katakan. Kadang-kandang kita memaksa Tuhan dalam berdoa. Tolong kasi saya ini kasi saya itu,” paparnya.
Bunda Teresa dari Kalkuta ujarnya, buah dari doa itu adalah cinta.
“Malam hari ini kita merayakan sebuah perayaan cinta. Karena Yesus memberikan segala-galanya bagi kita. Bahkan memberikan tubuh dan darah-Nya bagi kita. Inilah tubuhku dan inilah darahku. Lakukanlah ini sebagai kenangan akan daku. Kita orang Katolik hadir dalam ekaristi bukan hanya sebuah peristiwa kenangan memori begitu saja. Karena yang terjadi di sini adalah suatu kehadiran yang riil. Terjadi roti diubah menjadi tubuh Kristus dan anggur diubah menjadi darah Kristus. Yang mengingatkan kita bahwa karena cinta-Nya membawa kita pada kehidupan,” paparnya.
Maka pesan untuk umat katanya sepulang dari gereja mesti saling mencintai satu sama yang lain. Cinta itu sederhana.
“Ketika saya ucapkan ‘I love you’. Artinya saya melayani mendahului seluruh kebutuhan dan kepentingan mu daripada diriku sendiri. Ketika sorang suami menyatakan mencintai istrinya harusnya ia menanggung segala-galanya bagi istrinya. Artinya kita tidak menjadi orang-orang yang egois dan egosentris,” jelasnya.
Ia menambahkan pesan berikut buah dari cinta ini yaitu pelayanan. Yesus memberikan cinta begitu menarik dengan melayani mencuci kaki ke 12 para rasulnya. Ia memperlihatkan sesuatu yang lain daripada yang lain. Cintanya tanpa batas, melampaui segala, baik itu orang baik maupun orang jahat. Bahkan musuh-Nya sekalipun, Yudas Iskariot kemudian menjualnya Ia cintainya.
“Kalau kita mencintai orang maka di sana ada juga pengampunan. Kalau saya mencintai anak saya dan ketika saya buat salah, meskipun saya bapak keluarga tapi saya minta maaf nak bapak salah. Kalau anak salah kita memaafkan. Cinta juga memiliki pengampunan,” paparnya.
Cinta juga menggambarkan keteladanan yang diwariskan oleh Yesus. “Kalau kamu menyebut saya Tuhan dan gurumu maka memang benar saya mencuci kaki kamu. Maka kamu juga saling mencuci kaki satu sama yang lain,” katanya.
Seorang yang disebut bapak keluarga, pemimpin misalnya ketua RT, ketua kombas, ketua lingkungan maupun pastor paroki harus melayani mencuci kaki. Mulai mencintai hal-hal yang paling hina.
Kaki melambangkan kotor, debu mengungkapkan tentang manusia sebagai orang yang rapuh. Tapi seorang pemimpin harus menghormati dan mencintai serta membawa mereka keluar dari kerapuhan dan kehinaan.
Ia juga mengingatkan akan apa yang dilakukan oleh Paus Fransiskus di Vatikan. Ia diminta untuk menjadi mediator perdamian para tokoh yang bertikai di Afrika Selatan. Mereka dipanggil datang ke Vatikan dan pada hari terakhir dalam penandatanganan perjanjian damai, pada saat itu Paus memperlihatkan suatu diluar dugaan banyak orang.
“Saya mau bicara kepada saudara sebagai saudara. Saya menyapa anda sebagai saudara dan berbicara dari hati saya. Kalau anda ingin bertanya kepada saya, apa yang kira-kira saya lakukan dari hati saya untuk mendukung saudara, maka mari ikut saya,”. Maka dari itu Paus bangun dari tempat duduknya mencium kaki para pemimpin itu satu persatu.
Paus Fransiskus mempunyai motto: Servus Servorum Dei atau hamba dari segala hamba Tuhan. Itu artinya Paus sungguh menjadikan dirinya sebagai hamba untuk melayani. Yang mementingkan kebahagian orang lain lebih daripada mementingkan dirinya sendiri. Harus mengangkat harkat dan martabat orang lain dengan merendahkan dirinya. Dia tidak rendah diri. Tapi dengan merendahkan diri dengan sebuah cinta luar bias terungkap dari hatinya supaya suadara-saudara di Afrika Selatan yang bertikai itu selalu mengalami damai.
Atas pesan ini ia mengajak seluruh ketua-ketua kombas, lingkungan maupun ketua RT silahkan turun menyapa anggota lingkungan masing-masing untuk mengetahui apa kebutuhannya. Yesus berpesan pada malam Kamis Putih menjadi pemimpin itu bukan tuan-tuan besar, bukan menjadi pesuruh, bukan tukang-tukang perintah, melainkan menghargai, mencintai serta membawa mereka kepada sebuah kebahagiaan.
Yesus juga ingin berpesan mesti menjadi orang yang sinkron antara kata dan perbutaan. Tidak hanya sebatas banyak bicara. (tio)