
Siapa Ketua DPR RI Baru
JAKARTA,TimeX
Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019. Surat pengunduran diri Novanto diberikan melalui Wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Sufmi Dasco Ahmad.
Menurut Dasco, surat tersebut diberikan pada pukul 19.45 WIB di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen.
Saat itu, kata Dasco, Novanto tak ditemani pimpinan DPR lainnya.
“Tadi dia bilang, saya titip surat pengunduran diri saya. Saya dengan besar hati mengundurkan diri untuk kepentingan yang lebih besar. Kepentingan bangsa dan negara,” ujar Dasco menirukan ucapan Novanto, di depan Ruang Sidang MKD, Rabu (16/12).
Dasco mengaku tak memperhatikan ekspresi Novanto, yang ia lihat hanyalah surat pengunduran diri yang diberikan.
Saat itu, Dasco langsung menuju ke Nusantara III sesaat setelah dihubungi stafnya bahwa ada hal penting berkaitan dengan sidang.
“Dan sudah diinfokan sedikit berkenaan sengan pengunduran diri. Sehingga saya meluncur saja,” kata politisi Partai Gerindra tersebut.
Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019. Pengunduran diri itu menyusul penanganan kasus dugaan pelanggaran kode etik Novanto yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Dalam surat yang dilayangkan ke MKD, Rabu malam, Novanto menyatakan, keputusan mundur ini dibuat lantaran dirinya ingin menjaga harkat dan martabat Dewan.
Selain itu, ia ingin agar masyarakat tidak gaduh atas kasus yang sedang menimpanya.
Ketua Setara Institute, Hendardi menilai, keputusan Setya Novanto untuk mundur dari posisi Ketua DPR menjadi penyela untuk menuntaskan skandal renegosiasi PT Freeport Indonesia (PTFI).
Menurut Hendardi, perilaku Novanto yang digambarkan dalam rekaman telah mencoreng wajah parlemen Indonesia dan tidak akan pulih hanya dengan mundurnya Novanto.
“Karena itu proses hukum harus tetap berlanjut sehingga skandal ini bisa terbuka secara terang benderang. Jangan lupa dalam rekaman percakapan bukan hanya SN dan MR tapi juga disebut nama-nama lain. Ada Luhut, ada Darmo, juga Presiden dan Wakil Presiden,” kata Hendardi, Rabu (16/12).
Proses hukum, dikatakan, akan menjelaskan tuntas semua skandal yang terjadi. Pengungkapan skandal juga akan jadi momentum bagi pemerintah untuk menata ulang tata kelola PTFI.
“Tetapi, karena Jaksa Agung memiliki track record yang buruk, sebenarnya sulit diharapkan untuk memproses Novanto. Tujuh Jaksa Agung sejak 1999, selalu melindungi Novanto dalam beberapa kasus kejahatan, maka KPK atau Polri perlu mempertimbangkan untuk menangani kasus ini, atau setidaknya memberikan supervisi pada Kejaksaan Agung,” ungkapnya.
Sementara itu, diingatkan, sidang MKD tidak boleh berhenti karena mundurnya Novanto, karena MKD tetap tidak kehilangan subyek. MKD harus mengeluarkan putusan tentang derajat pelanggaran sedang yang didukung 10 anggota.
Semua dilakukan karena kriteria pelanggaran sedang diantaranya mengandung unsur melawan hukum, maka sudah semestinya MKD juga memberi rekomendasi penanganan hukum.
Produk putusan MKD akan menjadi dasar bagi aparat hukum.
Setelah Setya menyatakan mundur, bagaimana mekanisme yang ditempuh selanjutnya untuk memilih ketua DPR baru?
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) mencakup aturan soal kondisi ketika salah seorang pimpinan DPR mengundurkan diri.
Di dalam Pasal 87 ayat 3 undang-undang tersebut disebutkan bahwa, jika salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya, maka anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas sampai ada pimpinan definitif.
Pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa pengganti seorang pimpinan DPR harus berasal dari partai politik yang sama. Sementara itu, mekanisme penggantian pimpinan DPR diatur dalam peraturan nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib. Penggantian hanya dilakukan untuk pimpinan yang mengundurkan diri, tidak seluruhnya. (kom)