
BONGKAR – Anggota Satpol PP Mimika membongkar bangunan lapak penjual ikan di pinggir Jalan Hasanuddin samping Pasar Sentral pada Senin (19/8).
TIMIKA,TimeX
Penjual ikan yang menempati lima belas lapak yang dibangun tanpa seijin pemerintah Kabupaten Mimika di sisi kiri jalan masuk Pasar Sentral di Jalan Hasanuddin mencuri aliran listrik dari PLN. Kabel itu disambung langsung dari tiang listrik yang letaknya tidak jauh dari deretan lapak tersebut.
Tindakan para penjual ikan yang telah merugikan pihak PLN Area Timika ini terungkap setelah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Mimika bersama 100 personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan pembongkaran lapak-lapak tersebut pada Senin (19/8) sekira pukul 12:00 WIT. Jalan penertiban dan pembongkaran dikawal oleh 52 anggota Polres Mimika dan sepuluh prajurit TNI dan 20 orang Brimob.
Pembongkaran dipimpin langsung AKBP Agung Marlianto Kapolres Mimika, Dandim 1710/Mimika Letkol Inf Pio Naiggolan dihadiri Bernadinus Songbes Kepala Disperindag bersama Willem Naa selaku Kepala Dinas Satpol PP serta beberapa kepala OPD Pemkab Mimika lainnya.
Pembongkaran lapak liar ini menindaklanjuti Instruksi Bupati Mimika menyangkut penataan wajah Kota Timika menjelang dua momen akbar, yakni Pesparawi dan PON 2020.
Selain pembongkaran lapak, saat itu juga aparat langsung mencopot pemasangan kabel jaringan listrik secara ilegal dan meteran dari lapak penjual ikan dijadikan barang bukti yang mensuplai aliran listrik secara ilegal.
“Ini melanggar ketentuan, padahal kita sebentar lagi akan merayakan Pesparawi dan PON XX,” tegas Agung di hadapan para pedagang saat itu.
Orang nomor satu di Polres Mimika menegaskan mengenai laporan adanya isu sejumlah pedagang membayar sewa lapak kepada oknum tertentu akan ditelusuri.
Apabila ada pihak aparat terkait di dalamnya, apalagi menerima pungutan liar maka akan diproses hukum.
Menurut salah seorang sumber yang menolak namanya dikorankan, menuturkan para pedagang terpaksa mendirikan lapak ikan di luar pasar lantaran merasa kecewa dengan pengaturan yang dilakukan pihak pengelola Pasar Sentral.
Menurut sumber itu, para penjual ikan pernah mengikuti aturan menjual di dalam area Pasar Sentral, hanya saja pihak pengelola Pasar Sentral belum siap memfasilitasi, bahkan ada diantara mereka yang tidak mendapat tempat/lapak jualan.
“Katanya mereka (penjual-red) kecewa karena sudah sejak Bulan Desember mereka jualan dan ada dalam Pasar Sentral, tapi tidak dapat kepastian soal tempat. Sehingga pada Bulan Desember pas pembongkaran itu disampaikan kalau mereka akan ditempatkan di lapak ikan. Sekarang setelah dibongkar dan ada penertiban, mereka datang mengaku milik mereka. Jadi kalau mau sewa yah, berarti sewanya di atas sepuluh juta atau dua puluh juta, kalau mau beli yah di atas lima puluh juta sampai dua ratus juta di tempat itu,” ungkap sumber.
Atas informasi ini Kapolres secara tegas akan menelusuri dan memastikan menangkap pelakunya.
Menyusul pengakuan seorang penjual ikan yang sebelumnya berjualan di eks Pasar Swadaya yang tidak ingin namanya dikorankan menuturkan saat berjualan pertama kali di Pasar Sentral dirinya diusir.
Atas kejadian tersebut ia mengaku kecewa, sebab sudah didata sebelumnya, apalagi mereka yang sudah duluan berjualan di situ sudah membayar sewa kepada oknum tertentu.
Mendengar hal terserbut, Kapolres kembali menegaskan agar para pedagang menanyakan kepada Kepala Disperindag, mereka terdaftar di mana? Dan bila ada yang menghalangi segera lapor kepolisian setempat.
“Ini nda benar ini, ada yang mengusir dan mengambil karena laporan yang kita terima saat rapat, jumlah lapak yang ada di dalam malah melebihi untuk menampung relokasi pedagang dari eks Pasar Swadaya maupun Pasar SP 2 ke Pasar Sentral,” kata Agung.
Mantan Kapolres Jombang, Jawa Barat menegaskan berdasar data sebelum adanya aktifitas pembongkaran, telah ada perintah dari Bupati Mimika untuk melakukan penertiban terhadap penjual ikan, sepatu, noken, pinang dan buah-buahan yang berjualan di pinggir jalan. Hanya saja mereka tidak mengindahkan peringatan dan himbauan tersebut.
Termasuk penjual ikan di pinggir jalan dekat Pasar Sentral sudah diimbau untuk masuk ke dalam Pasar Sentral akan tetapi mereka tidak melaksanakan perintah sehingga harus ditertibkan.
Lapak-lapak jualan mereka dibongkar, termasuk penertiban bangunan kios, rumah warga, pusat jasa, semuanya ditertibkan untuk mendukung momen akbar Pesparawi dan PON 2020 mendatang.
Diwarnai aksi protes
Upaya pembongkaran 15 lapak ikan ini diwarnai aksi protes dari Valen Key selaku pemilik lahan setelah tiba di lokasi. Valen Key terlibat adu mulut menolak dibongkar dengan Willem Naa juga kepada aparat kepolisian membuat pembongkaran sempat terhenti. Tidak lama kemudian Kapolres Mimika bersama Dandim Mimika tiba di lokasi perintahkan melanjutkan proses pembongkaran lapak.

AMANKAN – Kasat Sabhara Iptu Mateus Tanggu Ate sementara berbincang dengan Valen Key pemilik lahan didampingi Kepala Dinas Satpol PP Willem Naa saat penertiban dan pembongkaran lapak liar di Jalan Hasanuddin, Senin (19/8).
Willem Naa disela-sela pembongkaran tegaskan tugas Satpol PP menjalankan instruksi Bupati Mimika bukan hanya tempat ini saja yang ditertibkan tetapi semua tempat di kota ini yang mana tidak sesuai peruntukkan. Seperti penjualan ikan, noken, pinang, pakaian bahkan sepatu dilarang berjualan di jalan induk dan semua akan dipindahkan ke dalam Pasar Sentral.
Pembangunan lapak tersebut telah mengganggu aktivitas berkendara. Pada sore hari maka di jalan ini akan menimbulkan macet total. Dan pemerintah telah memberikan lapak pengganti di Pasar Sentral. Banyak pedagang yang berada dari Pasar Gorong-Gorong, eks Pasar Swadaya telah pindah ke Pasar Sentral. Sedangkan pedagang ikan ini masih bertahan di sini.
“Kita sudah negosiasi tetapi mereka tidak mau dengar. Kami menghormati dia (Valen Key-red) karena dia adalah pengacara. Jadi apabila seperti itu, setidaknya harus taati aturan karena aturan itu untuk semua orang,” tegasnya.
Willem berharap agar Valen Key tidak melihat secara pribadi, karena dirinya hanya diperintahkan oleh Bupati Mimika untuk menertibkan pedangang sehingga kota ini terlihat baik dan indah.
“Semua bangunanan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya tetap kita bongkar. Saya harap Valen Key dapat mengerti ini,” katanya.
Ia mengatakan selama penertiban dan pembongkaran dijaga oleh aparat TNI-Polri untuk memback up Satpol PP. Mereka tetap kawal penertiban hingga Desember sehingga mohon agar semua pihak mendukung program ini.
Sementara Valen Key mengatakan tugas Satpol PP hanya menertibkan bukan membongkar. Sementara yang berhak membongkar tentunya harus memiliki surat dari Pengadilan Negeri.
“Tanah ini adalah milik saya. Dan tanah milik Pemkab hanya sedikit yakni yang berada di ujung. Dan itu pun sebelumnya tanah ini milik Mega Square yang telah dijual kepada Pemkab kurang lebih satu miliar. Ini adalah tanah saya, dan saya akan mengambil alih dan saya tinggal menunggu putusan incrah. Sehingga Sapol PP dan anggota aparat hukum tidak berhak melakukan pembongkaran,” paparnya.
Ia secara tegas apabila Satpol PP membongkar maka dirinya akan kembali membangun. Bahkan dirinya sebelum bangun telah berkoordinasi dengan Willem Naa, namun ditolak karena tidak sesuai peruntukkan, sehingga pedagang mundur sebanyak dua meter ke belakang. Setelah itu dirinya kembali kepadanya untuk berkoordinasi terkait dengan pendirian lapak dan Willem Naa menyetujuinya.
“Tetapi sekarang ini kalian melakukan pembongkaran, maka saya akan mempidanakan ko (Willem Naa-red). Saya yang merawat tanah ini. Dan saya akan mengambil tanah ini dan saya akan pidanakan ko. Saya mengerti hukum perdata dan prakteknya. Saya ini pengacara makanya hari ini ko selamat,” terangnya.
Sementara Iwan salah seorang pedagang ikan mengatakan dirinya membangun lapak ikan di daerah tersebut setelah mendapat izin. Ia membangun satu lapak secara swadaya dengan biaya tiga juta hingga lima juta.
“Saya memang awalnya dapat tempat di dalam Pasar Sentral tetapi pada saat kami mau pindah, lapak yang telah disiapkan ternyata sudah ditempati oleh orang lain hingga akhirnya kami pindah ke depan,” ujarnya.
Namun demikian Iwan menyadari salah telah membangun lapak yang tidak ada izinnya tetapi pemerintah juga harus menyiapkan tempat bagi pedagang.
“Kami kan dari dalam tetapi karena digusur sehingga kami pindah ke sini. Ketika berjualan di sini pendapatan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun karena lapak telah dibongkar membuat kami tidak bisa mencari makan,” jelasnya.
Selama berjualan ujarnya, pemilik lahan tidak mematok atau meminta uang kepada pedagang tetapi jika memiliki pendapatan lebih terkadang memberikan uang sebagai ucapan terima kasih karena telah memberikan tempat untuk berjualan.
Pantauan Timika eXpress di lokasi saat pembongkaran sejumlah pemilik memindahkan barang-barang jualannya. (aro/a33)