PADA waktu Yesus mengadakan pembicaraan-Nya yang terakhir dengan para murid-Nya, Ia mengatakan kepada mereka: “Bapa akan memberikan kepadamu seorang penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, yaitu Roh Kebenaran” (Yoh. 14, 16).
Setelah Yesus bangkit dari antara orang mati, Ia menampakkan diri kepada para murid-Nya, Ia menghembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya akan diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh. 20, 22-23). Roh yang dikaruniakan kepada para murid adalah Roh Pengampunan. Pertolongan yang paling dibutuhkan oleh murid-murid Yesus adalah daya untuk mengampuni.
Dosa yang diwarisi oleh setiap orang yang datang ke dunia ini adalah dosa ‘menyimpan dan membalas dendam’. Dan itulah yang membuat kita menjadi budak, orang yang tidak bebas, orang yang terikat. Kita semua diciptakan sebagai manusia yang terbatas dalam kemampuan kita.
Mau-tak-mau dalam kelakuan kita, dalam pergaulan kita dengan sesama kita, kita akan melukai mereka dan kita sendiri akan dilukai. Kita akan menyinggung perasaan orang dan perasaan kita akan disinggung. Kita tidak akan langsung membalasnya, kita menyimpannya dalam hati kita, dan menunggu kesempatan yang lebih cocok untuk membalasnya. Karena langsung membalas
dianggap orang tidak sopan, dan kita akan memainkan nama dan kehormatan kita sendiri.
Menunggu kesempatan lebih strategis. Sikap kita bersama itulah yang menciptakan suasana yang kurang nyaman. Karena suasana yang kita ciptakan adalah suasana pemburu. Kita selalu harus waspada dan hati-hati, karena kita mencari kesempatan untuk menyerang dan menjaga supaya tidak menjadi sasaran orang lain.
Kita tidak akan mencari kesempatan untuk membalas lagi, pada saat kita mampu untuk mengampuni ‘mereka yang bersalah kepada kita’.
Mengampuni itu tidak gampang, karena kita akan merasa ‘dikalahkan’. Dan pasti kita tidak mau dikalahkan, karena kita pasti berpikir bahwa ada kaitannya dengan ‘harga diri’ kita. Tetapi dengan tidak mengampuni, kita mempertahankan rantai balas-membalas dan keangkuhan diri dalam suasana hidup dimana setiap orang bisa menjadi pemburu dan sasaran. Kita memilih untuk tetap tinggal dalam suasana dosa dimana kita masuk sejak lahir.
Yesus menawarkan seorang penolong untuk mengatasi kekecilan hati kita. Dia yang mengajar kita untuk mengampuni, Roh Pengampunan, Roh Kebenaran. Dia yang akan membuka mata kita untuk kebenaran bahwa kita sendiri ikut menciptakan suasana yang sebenarnya kita benci dengan terus tidak mau mengampuni dan tetap mau mempertahankan sikap kita yang salah. Tetapi Roh Kebenaran itu juga akan membuka mata kita untuk kerahiman Ilahi yang menerima kita
sebagaimana adanya, lengkap dengan segala sikap benci, keras kepala dan kekurangan kita. Yesus menasehatkan murid-Nya: “Jikalau kamu mengampuni dosa dan kesalahan orang, dosanya diampuni! Dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh. 20, 23).
Pada saat kita mengampuni orang yang membuat kesalahan terhadap kita, beban dan tekanan di dalam diri kita yang disebabkan oleh kesalahan itu, lenyap pada saat itu juga. Tetapi jikalau kita keras kepala, kesalahan itu akan terus mengejar kita dan luka di dalam hati kita tidak pernah akan sembuh.
“Ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami …”.
“Bebaskanlah kami dari yang jahat!”.