
Puluhan masyarakat asli Papua yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Tembagapura (Komasi-Unte) menggelar demo damai di Kantor DPRD Mimika, Kamis (23/11/17).
Aksi spontan mulai pukul 09.00 WIT tersebut dipimpin Adolfina Kum.
Rombongan pengunjuk rasa setibanya di Kantor DPRD Mimika kemarin disambut langsung Wakil Ketua I DPRD Mimika, Yonas Magal.
Saat itu pula secara bergantian, mulai piminan aksi, Adolfina Kum menggelar orasi.
Bahwa kedatangan mereka ke DPRD Mimika untuk menuntut hak asasi manusia sebagai warag sipil yang bermukim di kampung Banti.
“Kami mau hidup aman dan damai. Tolong jaga kami,” serunya.
Hal senada juga disampaikan Martina Natkime, katanya sebagai anak adar yang lahir dan dibesarkan di kampung Banti, maka ia tetap berkeras tetap tinggal di kampung tersebut.
Selanjutnya, saudara kandung Martinus Beanal, Kristina Beanal menegaskan bahwa saudaranya Martinus Beanal bukan orang hutan, bukan OPM-TPM, bukan TNI/Polri.
“Kakak saya adalah salah satu karyawan PT Pangan Sari Utama yang selalu memberikan makan kepada daerah. Kaka saya dimana? Tulangnya dimana? Saya ingin melihatnya. Bupati bersama anggota DPR dan TNI/Polri harus cari tulang kaka saya,” tegasnya.
Dikatakan pula, operasi senyap pembebasan warga yang terisolir dengan menggunakan bom roket oleh pasukan khusus, secara tidak langsung sudah membuat warga masyarakat di dua kampung tersebut trauma dan tertekan.
Menyikapi situasi Kamtibmas di perkampungan Tembagapura, Komasi-Unte usai menyampaikan orasi langsung menyerahkan 10 poin pernyataan sikap yang diberikan Perion Djanampa selaku juru bicara Komasi- Unte kepada sejumlah anggota DPRD Mimika.
Diantaranya, Wakil Ketua I DPRD Mimika Yonas Magal, Ketua Komisi A Saleh Alhamid dan sejumlah anggota DPRD lainnya.
10 pernyataan sikap tersebut, meliputi:
1), segera buka ruang dan akses bagi jurnalis asing (internasional), namun, dan independent
untuk meliput berita yang sebenarnya.
2) Mabes Polri segera menjelaskan dan mempertanggungjawabkan pemberitaan di media
Nasional dan lokal tentang tertembaknya masyarakat sipil karyawan PSU atas nama Bapak Martinus Beanal, karena saat ini pihak keluarga masih mencari dan belum tahu.
3) KOMNAS-HAM segera turun dan mengusut tuntas kasus hilangnya masyarakat sipil karyawan PSU Bpk. Martinus Beanal.
4) segera buka akses untuk bantuan kemanusiaan dapat turun dan sampai kepada masyarakat sipil di Kampung Utikini, Kimbeli, Banti 1, Banti 2, dan Opitawak, Distrik Tembagapura.
5) hentikan Evakuasi paksa terhadap masyarakat sipil pribuni asli di 7 wilayah Tembagapura (Kimbeli, Pertanian, Tagabera, Banti 1, Banti 2, Dalmanumi, dan Opitawak).
6) kami Menyerukan kepada, Pihak Gereja, Lembaga Adat Lemasa – Lemasko, DPRD, Tokoh Masyarakat dan Lembaga-kembaga HAM Daerah, Nasional dan Internasional segera ambil sikap menyuarakan keadaan masyarakat sipil di Tembagapura.
7) TNI-Polri segera hentikan sweping terhadap masyarakat sipil priburmi di kampung-kampung
tersebut yang membawa belanjaan bahan makanan (Bama) dari shoping Tembagapura ke kampung mereka.
8) hentikan Operasi Militer yang mengorbankan masyarakat sipil pribumi di Tembagapura.
9) oknum PT.Freeport dan oknum TNI-POLRI Stop menjalankan bisnis ilegal dengan
mendatangkan masyarakat pendatang ilegal di kampung Utikini, Kimbeli, Banti, dan
Opitawak, Distrik Tembagapura, dan
10) PT. Freeport Indonesia dan Negara Indonesia bertanggung jawab atas semua kejadian yang
mengobankan masyarakat sipil di Tembagapura.
Usai menyerahkan 10 poin aspirasi, Perion Djaanpa menegaskan bahwa pihaknya ingin kejelasan hidup, dengan tidak dilempar (dipindahkan) dari satu tempat ke yang lain.
“Ini pemerintah harus lihat dan cermati baik agar ke depannya tidak terulang lagi,” tegasnya.
Sementara Ketua Komisi A DPRD Mimika, Saleh Alhamid usai menerima pernyaataan sikap menyampaikan, aspirasi yang disampaikan sungguh menyentuh hati dan jadi keprihatinan untuk kami sikapi.
Dengan melihat kondisi penanganan warga pengungsi, tim terpadu diharapkan memperhatikan baik kondisi warga di lokasi pengungsian. (a28)