
TIMIKA,TimeX
PT Freeport Indonesia (PTFI) mengundang Tommy Suryopratomo untuk menggelar diskusi ringan bersama jurnalis di Timika, baik media cetak maupun elektronik mengenai tantangan wartawan menghadapi transformasi media di era ‘jaman now’ (jaman sekarang).
Diskusi ringan kalangan pekerja pers di Ruang Tembaga Rimba Papua Hotel tadi malam dibuka oleh Juru Bicara (Jubir), Riza Pratama yang juga Vice President (VP) Corporate Communication PT Freeport Indonesia (PTFI).
Sebagai wartawan senior yang sudah pernah malang melintang di beberapa media nasional, Tommy Suryopratomo yang juga merupakan Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) menekankan soal eksistensi wartawan.
Katanya, menjadi wartawan tidak gampang. Penegasannya ini menyikapi kompleksitas global tantangan media di Indonesia dengan media asing, Amerika dan Inggris serta beberapa negara lainnya dalam transformasi perkembangannya.
Pasalnya, keberadaan media cetak, elektronik, maupun media online memberi warna baru bagi pekerja pers dalam menyikapi sebuah permasalahan yang akan diberitakan.
Menyikapi persaingan media yang semakin ketat, maka redaksi sebuah media harus hidup dengan berbagai ide-ide brilian untuk melahirkan sebuah pemberitaan yang tidak sekedar berita yang menarik, tetapi mengedukasi atau sebagai pengetahuan bagi khalayak banyak.
“Esensi jurnalis adalah verifikasi, bila dikawankan dengan data atau fakta dilapangan, maka akan jadi pengetahuan,” jelas Suryopratomo yang juga Presiden Direktur Metro TV mencontohkan pemberitaan terkait impor biodiesel Indonesia yang dihentikan Amerika Serikat hanya karena pemberitaan.
Mendapat apresiasi dari pekerja pers di Timika, Suryopratomo menambahkan, bahwa dalam dunia jurnalis, kita harus tahu kapan kita berkompetensi dan kapan kita beroperasi.
“Tantangan media cetak saat ini benar-benar teras dengan munculnya media online, apalagi media sosial yang begitu riuh. Nah, bagaimana media cetak jadi pilihan, harus punya kekuatan story teling,” ujarnya.
Hal lain yang juga jadi fenomena, dimana media terkadang mendapat kritik dari narasumber, ini karena siklus kerja dari wartawan mencari data lapangan, mengetik kemudian di edit oleh editor, tidak menutup kemungkinan dirubah, belum lagi terjadinya kesalahan saat proses pra cetak.
“Hal-hal ini harus dijaga untuk tetap menjaga kepercayaan dan kredibilitas sebuah media cetak,” ungkap Suryopratomo mengutip pernyataan John Thadeus Delane, bahwa tugas pers yang pertama adalah mendapat pengetahuan yang lebih cepat dan lebih benar tentang kejadian-kejadian yang ada dan langsung menyikapnya hingga menjadikannya hak milik bersama bangsa ini.
Dirincikan pula, hingga kini berbagai macam media di Indonesia diantaranya, surat kabar dan majalah mencapai 1.000, televisi nasional 11, televisi lokal 300, tiras surat kabar dan majalah sekitar 15 juta eksemplar.
Sebelum diskusi ringan, Riza Pratama didampingi stafnya menggelar acara bertajuk dinner thank’s giving bersama pekerja pers di Timika di Resto Alam Indah RPH. (san)