TIMIKA,TimeX
Puncak musim hujan di Timika terjadi pada Juli hingga Agustus. Memasuki September cuaca mulai panas, meski masih diselingi dengan hujan. Puncak cuaca panas ekstrim akan mulai terjadi pada 21-22 September, yang diperkirakan akan menyebabkan kekeringan karena posisi matahari sejajar dengan khatulistiwa.

Willim Titahena
Demikian disampaikan Willim Titahena, Observer, Forcaster Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Timika, saat ditemui Timika eXpress di ruang kerjanya, Rabu (11/9).
Menurutnya, saat ini Timika tidak saja mengalami panas namun juga hujan, namun lebih kepada hujan lokal, yang dipengaruhi oleh keadaan alam atau tofografi Timika.
Sementara cuaca panas ini akan diperkirakan berlangsung mulai September hingga Desember, namun Desember dikatakan telah memasuki musim pancaroba atau peralihan dari musim panas ke musim hujan atau sebaliknya.
Dijelaskan, Timika bagian Selatan adalah laut, sedangkan di bagian Utara adalah pegunungan, sehingga terjadinya hujan menjelang sore, pergerakan angin dari laut ke darat, dan angin membawa massa uap air ke darat, lalu massa udara bertemu di pegunungan, kemudian terjadi proses penaikan di pegunungan dan berkumpul di bagian Utara Timika.
Kemudian, menjelang sore, angin dari darat menuju laut, sehingga angin yang tadinya berkumpul itu akan dibawa kembali ke daerah Timika sehingga hampir setiap hari kondisi Timika selalu berawan juga hujan.
Lanjutnya, soal hujan yang masih terjadi pada malam hari saat ini dipengaruhi oleh faktor angin kencang yang menyebabkan awan buyar, angin lapisan atas juga bisa berpengaruh.
Menyangkut kecepatan angin menurutnya, saat ini lumayan tinggi mencapai 20 Knot atau sekitar 40 km/jam, namun tidak berdampak pada pohon tumbang dan lainnya, karena anginnya tidak merata, kecepatan anginnya tidak lama, hanya sesekali saja sehingga tidak berdampak. Jika hujan dan diselingi angin kencang, inilah yang bisa menyebabkan pohon tumbang.
Sementara itu, untuk kenyamanan transportasi udara, dikatakan aman meski tetap waspada. Jika angin kencang seperti saat ini, dari crew tower dan crew pesawat pasti dilakukan antisipasi.
“Jangan sampai pas lagi ground pesawat kan angin darat di lapisan permukaan sini kencang bisa terhempas atau pas landing bisa menyebabkan tergelinsir, jadi tetap diwaspadai,” ungkapnya.
Meskipun demikian, untuk mendukung penerbangan pihaknya selalu memberikan informasi setiap setengah jam, ke pihak bandara atau tower juga dari Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Lanjutnya, hal lain yang perlu diwaspadai adalah tingginya gelombang laut mencapai 2,0 meter – 2,50 meter yang terjadi di Timika, yakni perairan Amamapare dan Yos Sudarso, sehingga kondisi ini perlu diwaspadai oleh nelayan atau pelayaran.
Semenyara para petani di Timika, juga diperingatkan, karena cuaca yang panas ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan air sehingga tananaman terancam mengalami kekeringan.
“Timika tidak ada alat pendeteksi gelombang laut sehingga data kami peroleh dari BMKG Balai V Jayapura, yang diforward ke BMKG Timika kemudian dilanjutkan ke user-user yang lain,” katanya.
Sementara kelembaban udara saat ini cukup rendah, tidak sampai 95-96 persen karena dibarengi hujan, namun karena panas seperti ini bisa mencapai 62-65 sehingga lumayan kering. (a32)