TIMIKA,TimeX
Keluarga besar Yayasan Pendidikan Katolik Santa Maria (YPKSM) Timika sukses selenggarakan pentas seni (Pensi) budaya pada Kamis (7/3).

BUDAYA – Salah satu peserta parade budaya dari Suku Timur mengenakan pakaian khas adat, Kamis (7/3).
Acara ini berlangsung lancar dan sukses atas berkat kerjasama para guru, orangtua murid, siswa-siswi, alumni dan Timika eXpress, Telkomsel, LPMAK dan lainnya selaku sponsor.
Gelaran pentas seni budaya dipusatkan di halaman sekolah itu dibuka oleh Frederikus Letsoin, pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika ditandai pemukulan tifa.
Peserta pentas seni ini melibatkan SD, SMP dan SMA Santa Maria dengan mengusung tema ‘Segala Aktivitas Kita Adalah Karya Seni’.
Sebelum memulai acara diawali parade budaya dari berbagai suku di tanah air oleh siswa-siswi SD, SMP dan SMA Santa Maria. Kemudian dilanjutkan pertunjukan-pertunjukan drama musikal Papua tentang komodo, penampilan tari dan paduan suara berbusana khas daerahnya masing-masing.
Untuk memeriahkan acara ini ada pentasan lomba tari aster diikuti oleh delapan sekolah yakni SDN Inauga, SD Filadelfia, SD Torsina, SMPN 2, SMPN 11 dan SMP Filadelfia.
Frederikus Letsoin mewakili Pemkab Mimika dalam sambutan mengatakan even ini sangat penting sekali untuk membangun karakter anak didik terutama memperkenalkan kekayaan budaya dari berbagai suku di tanah air yang ada di Kabupaten Mimika.
Ia mengapresiasi Sekolah Santa Maria yang berani menginisiasi selenggaranya hajatan ini dalam menanamkan suatu nilai-nilai budaya yang paling tepat.
Ia berharap langkah positif yang dibuat ini semoga bisa memicu semua sekolah baik negeri maupun swasta di daerah ini dan pastinya mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan. Melihat apa yang dilakukan oleh Sekolah Santa Maria ia meyakin nilai-nilai yang harus ditumbuhkan dalam diri anak itu betul tertanamkan dalam diri anak, dan menjadi respons positif untuk perkembangan anak.
Sementara Marcelus Alex Lesomar Ketua Yayasan Pendidikan Katolik Santa Maria dalam sambutan menghendaki melalui kegiatan ini ingin lebih memperat dan memperkenalkan lagi kebudayaan, karena selama ini banyak yang telah melupakan akar budaya yang menjadi tradisi dan jati diri. Bahkan hanya orang-orang tertentu saja yang masih manfaatkan tradisi tersebut seperti meminta mas kawin, miras untuk mabuk-mabukkan. Padahal miras itu tidak hanya untuk mabuk-mabukkan tapi bisa juga untuk menghangatkan badan sesaat dan lainnya dalam hal positif.
Menurutnya budaya yang mengandung nilai luhur adalah warisan para leluhur yang mestinya menjadi tradisi yang patut dipertahankan.
“Tetapi kita tidak melihat nilainya, kita hanya melihat tradisinya yang suatu keharusan dilakukan, tetapi kenapa dilakukan itu anak-anak sekarang ini tidak tahu, dan itu adalah tugas kita orangtua untuk menjelaskan tentang tradisi tersebut,” ujarnya.
Ia menitipkan pesan kepada orangtua untuk dapat menjelaskan tentang tradisi dan budaya kepada anak-anak. Jangan anak-anak hanya tahu ‘patola’ saja, karena itu tidak baik.
“Jadi, hal-hal yang baik itu yang harus dikembangkan,” pesannya.
Ia mengkritisi soal alkohol, seks bebas dan HIV-AIDS yang sudah membudaya di tanah Papua, yang katanya tanah Papua ini diberkati, surga kecil yang jatuh ke bumi, padahal isinya peredaran HIV-AID paling tinggi.
“Kalau mau kembangkan kita punya budaya dengan baik maka jangan hidup dari jual tanah, tetapi hidup dari hasil olah tanah seperti yang terus menerus disampaikan oleh bapak Uskup Keuskupan Timika,” tegasnya.
Kepada guru-guru ia berpesan bahwa guru itu dianggap berhasil ketika mendidik anak mampu membaca, menulis dan berhitung.
“Kami ingin orangtua juga memberikan suntikan motivasi untuk anak-anaknya. Bahwa belajar itu untuk menjadi manusia bukan hanya untuk pintar, karena belajar untuk menjadi manusia sudah pasti hidup, tetapi belajar menjadi pintar belum tentu hidup,” ungkapnya. (san)