
Warga Peduli Freeport Agendakan Demo 233
TIMIKa, TimeX
Polemik kerja sama PT Freeport dengan pemerintah berimbas langsung dengan pendapatan pemerintah daerah Kabupaten Mimika, Papua.
Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Mimika Paulus Yanengga menyataka, pihaknya sangat terpukul dengan alotnya negosiasi kontrak kerjasama PT Freeport dengan pemerintah. Sektor ekonomi, dikatakan Paulus langsung lesu karena perputaran uang terhenti akibat PT Freeport hanya beroperasi 40 persen dari sebelumnya.
“Hampir 50 persen perputaran keuangan di Mimika lumpuh akibat kasus ini. Daya beli menurun drastis karena perputaran uang tersendat. Ibu-ibu pada mengeluhkan hal ini,” ujar Paulus kepada wartawan, Rabu (22/3).
Paulus menyatakan hampir 85 persen perputaran uang di Mimika berasal dari PT Freeport. Perusahaan ini juga menjadi penyumbang terbesar pendapatan asli daerah atau PAD Mimika. Di 2016, perusahaan asal Amerika Serikat itu menyumbang Rp 1 triliun PAD Mimika. Jumlah ini meningkat drastis dari tahun sebelumnya (2015) yang hanya Rp 697 miliar.
Konflik Freeport dengan pemerintah juga memukul sektor perhotelan di kabupaten ini. Palulus menyatakan, tingkat hunian menurun dratis karena banyak pekerja PT Freeport yang pulang.
Sebagai solusi, Paulus menambahkan, pihaknya berencana mengirim surat ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendari) untuk mendapat pinjaman dana akibat adanya kasus ini.
“Kita akan bentuk tim kecil dan surat Kemendagri terkait kasus ini,” ucap dia.
Selain itu pihaknya akan berusaha menggenjot pendapatan dari sektor lain non-Freeport seperti perikanan dan kehutanan. “Kita juga akan maksimalkan dari pajak-pajak yang selama ini belum digarap,” kata Paulus Yanengga.
Warga Peduli Freeport Agendakan Demo 233
Untuk memulihkan situasi dari kisruh Freeport, kelompok elemen masyarakat bersama karyawan yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) mengagendakan demo damai ‘233’yang melibatkan ribuan orang di Kantor Pusat Pemerintahan SP3 dan Bundaran Timika Indah di Jalan Budi Utomo, Timika, Kamis (23/3).
Juru bicara GSPF, Betty Ibo kepada wartawan saat konferensi pers di Resto Oriental, Rabu kemarin, mengatakan massa yang diperkirakan berjumlah 5.000 orang itu akan melakukan konvoi dari bundaran Kuala Kencana, Distrik Kuala Kencana menuju Kantor Bupati, kemudian dilanjutkan ke Bundaran Timika Indah sebagai titik sentral demonstrasi.
Berbeda dengan aksi sebelumnya yang telah digelar di Mimika pada 17 Februari 2017, dan 7 Maret lalu di depan Kantor Kementerian ESDM di Jakarta.
“Kali ini GSPF akan mengikutsertakan paguyuban-paguyuban yang ada di Mimika dan dua lembaga adat suku Amungme dan Kamoro selaku pemilik hak ulayat,” ujarnya.
Ibo memperkirakan massa yang datang lebih banyak dari aksi-aksi yang telah digelar sebelumnya.
Sementara itu, koordinator aksi GSPF, Mikael Adii mengatakan dalam aksi massa itu pihaknya akan meminta pemerintah pusat agar segera mengeluarkan izin ekspor konsentrat dan kepastian kelangsungan usaha PT Freeport Indonesia.
Selain itu, mereka juga akan meminta pemerintah pusat untuk menghormati semangat yang tertuang dalam kontrak karya.
Ia juga mengatakan pihaknya akan mendesak pemerintah pusat dan Freeport agar melibatkan masyarakat pemilik hak ulayat dalam perundingan kelanjutan kontrak karya.
Pihak GSPF menilai PT Freeport telah memberikan kontribusi yang besar terhadap masyarakat Mimika yang mana telah membangun dan menyediakan empat sekolah, tiga rumah sakit umum dan lima klinik, yangdiberikan secara gratis kepada masyarakat tujuh suku.
Selain itu, Freeport juga telah menekan angka malaria hingga 70 persen serta membantu pemberantasan tuberkulosis dengan 99 persen tingkat keberhasilan.
“Di tengah konflik yang tak kunjung usai ini, Papua jadi korbannya. Pebisnis lokal, mulai dari peternak ayam hingga pemilik hotel dan rental mobil kehilangan pelanggan akibat karyawan-karyawan perusahaan yang dirumahkan.
Perekonomian kami lesu dan menurun drastis, bank lokal pun merugi hingga Rp1 miliar per bulan akibat kredit macet,” ujarnya.
Mikael mengakui pihaknya merasa kesal lantaran belum ada jawaban pasti pemerintah pusat atas aspirasi yang telah disuarakan secara langsung selama kurang lebih tiga pekan ini kepada pemerintah pusat.
Bahkan John Magal juga mempertanyakan aspirasi yang disuarakan ke pemerintah pusat melalui lembaga adat suku Kamoro dan Amungme beberapa waktu lalu juga belum direspon.
Menyusul, Odiseus Beanal berharap Freeport kembali beroperasi seperti biasa.
“Kalau ada pihak yang mengganggu, maka kami akan bertindak untuk kebenaran dan kelangsungan Freeport, ” tegasnya.
Sedangkan Ketua Lemasko, Robertus Waropea mengharapkan negosiasi yang masih berlangsung antara pemerintah dengan Freeport menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
“Kami minta pemerintah pusat pertimbangkan dampak sosial terkait kisruh Freeport yang sudah berdampak luas terhadap kelangsungan hidup warga masyarakat di Mimika dan Papua umumnya,” tegasnya pula. (san/tan)