
TIMIKA,TimeX
PT Freeport Indonesia (PTFI) pada 22 Januari 2019 lalu kembali ekspor perdana konsentrat tembaga sebanyak 55 ribu Wet Metric Ton (WMT) atas persetujuan pemerintah pascadivestasi saham sebesar 51,23 persen.
Pascadivestasi, ekspor perdana ini sekaligus menandai era baru pengelolaan produksi tambang Freeport dengan menganut Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari peralihan rezim Kontrak Karya (KK).
Berdasarkan press release yang diterima Timika eXpress, Jumat (25/1) dari Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean C (KPPBC TMP C) Amamapare, I Made Aryana dijelaskan dari hasil ekspor perdana konsentrat tembaga sebanyak 55 ribu WMT, Freeport menyumbang melalui penerimaan negara sebesar Rp95,7 miliar.
Adapun besaran nilai tersebut terdiri dari Pajak Penghasilan Ekspor (PPh) Pasal 22 sebesar Rp21,8 miliar dan Rp73.9 miliar dari Bea Keluar.
Kata Made, dipungutnya PPh ekspor menjadi penerimaan negara merupakan amanat dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan.
Aturan ini sebagai bentuk konsekuensi dari IUPK bagi perusahaan tambang terbesar di dunia melanjutkan operasi penambangannya di Papua.
Melalui proses ekspor perdana pascadivestasi yang dilayani KPPBC TMP C Amamapare, diharapkan secara khusus dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mimika.
“Kami akan layani kegiatan ekonomi pengguna jasa Kepabeanan dan Cukai di Kabupaten Mimika, yang tujuannya untuk meningkatkan ekonomi di Mimika dan Indonesia,” terang Made.
Ia menambahkan, selama ini PTFI selalu mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal kegiatan ekspor dan impor yang berdampak pada penerimaan negara.
“Kami harapkan Freeport dapat meningkatkan produksi konsentrat tembaga dan menambah kuota ekspornya. Sehingga setoran BK dan pajak penghasilan ekspor lebih meningkat lagi,” ungkapnya. (san)