
KARYAWAN dan keluarga besar PT Freeport Indonesia, termasuk kontraktor dan privatisasi yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) mulai berang menyikapi kisruh Freeport dengan Pemerintah Pusat yang belum menemui solusi kesepakatan.
Padahal kisruh yang terjadi terus berdampak dan mengancam nasib hidup karyawan dan keluarganya. Tidak hanya itu, sendi-sendi kehidupan di Mimika juga tidak maksimal berjalan karena ketergantungan kepada perusahaan tambang raksasa milik Amerika Serikat yang begitu besar.
Memperjuangkan eksistensi Freeport, GSPF yang didukung lembaga adat Lemasko dan Lemasa, juga peguyuban di Mimika kembali melangsungkan unjuk rasa, Kamis (23/3).
Salah satu aspirasi tuntutan adalah menyatakan ‘Freeport Harga Mati’.
Dukungan terhadap Freeport juga tertuang pada sejumlah spanduk bertuliskan “Freeport Rumah Kita, Freeport Masa Depan Kami, I Stand With My Family’.
Lanjutan unjuk rasa dari aksi pertama pada 17 Pebruari lalu oleh GSPF agar pemerintah segera menormalisasi Freeport.
Karyawan Ancam Tutup Sentra Pemerintahan Mimika
Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) mengancam akan menutup Kantor Sentra Pemerintahan Kabupaten Mimika, jika tuntutan untuk menormalisasikan Freeport tidak segera dijawab oleh pemerintah pusat.
“Kami akan tutup kantor sentra pemerintahan kalau pemerintah pusat tidak segera normalisasi kembali Freeport hingga 120 hari batas waktu berakhir,” kata Mikhael Adii, juru bicara aksi demo saat menyampaikan orasi di halaman Kantor Sentra Pemerintah Kabupaten Mimika, Kamis pagi kemarin.
Meski kedatangan 1.000 lebih pengunjuk rasa tidak diterima Bupati Mimika atau pun jajarannya, massa GSPF tetap menyuarakan aspirasinya di pelataran sentra pemerintahan setempat.
Mikael Adii saat itu juga mengatakan Freeport dan karyawan selama ini telah memberikan kontribusi yang besar kepada pemerintah termasuk Pemda Mimika. Salah satu contohnya adalah pembangunan Kantor Sentra Pemerintahan Kabupaten Mimika.
Mereka juga mengungkapkan kekecewaan lantaran menilai Bupati Mimika Eltinus Omaleng tidak konsisten mengikuti kesepakatan bersama untuk menyampaikan aspirasi mereka pada aksi demo pertama pada 17 Februari lalu yang dipusatkan di Kantor Sentra Pemerintahan.
“Kami kecewa dengan Pak Bupati. Ia pergi sendiri ke Jakarta dan memperjuangkan kepentingan pribadi dengan minta saham,” tuturnya.
Mereka juga meminta pemerintah pusat hingga daerah untuk tidak mempolitisir persoalan diantara Freeport dan pemerintah pusat.
Senada, Virgo Solossa pun menegaskan, saatnya Pemda Mimika bersama stakeholder terkait lainnya bersatu untuk meyakinkan pemerintah pusat untuk menyuarakan situasi riil yang terjadi di Mimika.
“Jangan lagi ada pihak-pihak yang atas nama kelompok atau pribadi secara sepihak mempolitisir situasi yang terjadi, hal ini demi kelangsungan bisnis Freeport yang berdampak pada kehidupan masyarakat di Mimika, Papua dan Indonesia,” tegas Virgo.
Sementara, Ny Nuboba menyatakan pemerintah seharusnya berterima kasih kepada Freeport karena kontribusi Freeport nyata, baik melalui program sosial kemasyarakatan, juga menjadi sumber penerimaan daerah terbesar dari sektor pajak dan lainnya.
Nuboba pun berharap dalam perundingan Freeport bersama pemerintah, baiknya melibatkan masyarakat adat Amungme dan Kamoro sebagai pemilik ulayat,” tandasnya.
Pengunjuk rasa yang juga terdiri dari keluarga dan istri karyawan tersebut hanya menyampaikan orasi selama kurang lebih 30 menit dan langsung konvoi dengan kendaraan roda dua dan empat menuju bundaran Timika Indah, Jalan Budi Utomo dikawal aparat kepolisian Timika.
di Bundaran Timika Indah, para orator GSPF kembali menyuarakan dukungan mutlak agar pemerintah pusat tidak mengulur waktu dalam negosiasi, sehingga operasi Freeport kembali berjalan normal.
Di mimbar terbuka, GSPF kembali mengamcam akan memblokir semua fasilitas, sarana-prasarana yang dibangun Freeport, termasuk bandara.
Lainya adalah Mimika Sport Complex untuk menunjang penyelenggaraan PON 2020, fasilitas pengolahan air bersih di Check Point Utara 5 Kuala Kencana.
Fredrik Magai kembali menyerukan kepada pihak maupun lembaga tertentu dalam menyikapi polemik Freeport jangan mengatasnamakan masyarakat Suku Kamoro maupun Suku Amungme untuk kepentingan pribadi.
“Jangan korbankan orang lain melalui aspirasi tutup Freeport.
Saya tegaskan kami satu hati dengan tekad nyatakan Freeport harus tetap beroperasi,” ujarnya.
Dibenarkannya, kisruh Freeport telah berdampak pada perekonomian Mimika yang anjlok hampir 50, termasuk sudah lebih 3000 na karyawan yang di PHK dan dirumahkan.
Selanjutnya, Virgo Salosa dalam orasinya di tempat yang sama, meminta Presiden Joko Widodo untuk persuasif bergandengan tangan dengan Freeport dan pemilik ulayat setempat duduk bersama agar tidak ada pihak yang dirugikan, dan juga tidak lagi adanya PHK yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap karyawan dan masyarakat.
Menyusul, perwakilan Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko), Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa), Yahamak juga menyuarakan dukungan bagi Freeport.
Perwakilan Lemasa, Luther Beanal berharap normalisasi terhadap Freeport harus segera dilaksanakan agar tidak berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat lokal setempat.
“Kami juga minyta warga untuk tidak ikut-ikutan pihak yang tidak bertanggungjawab yang hanya memanfaatkan kisruh Freeport. Freeport harus tetap ada di tanah Amungsa,” tandasnya singkat.
Selain itu, Ketua Lemasko, Robertus Waropea juga menyerukan kepada pemerintah agar tidak gegabah menerapkan IUPK, mengingat rezim Kontrak Karya (KK) baru berakhir di 2021.
“Aturanya renegosiasi baru dilanjutkan tahun 2019 mendatang. jangan biarkan situasi ini berlarut karena masyarakat butuh kepastian hidup di tanahnya. Freeport harus tetap jalan,” tukas Robert.
Sedangkan Wakil Direktris Yahamak, Arnold Ronsumbre mengatakan Freeport adalah pahlawan bagi Mimika.
“Gara-gara PHK ini sudah ada lima orang yang meninggal. Kami hargai IUPK namun pemerintah jangan gegabah dan harus sertakan masyarakat adat dalam perundingan,” harap Arnold.
Bahkan, Nikanor Nurwakum selaku perwakilan Paguyuban Biak Numfor menegaskan dampak Freeport ekonomi Mimika lesu.
Untuk itu, ia mengajak semua pemangku kepentingan di daerah ini untuk bergandengan tangan mendukung Freeport atas kontribusi riil yang sudah dirasakan selama kurang lebih 50 tahun perusahaan tambang emas dan tembaga ini beroperasi. (san/a21/tan/a24)