
‘Status kepemilikan gedungnya mengambang karena merupakan program kemitraan’
TIMIKA, TimeX
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mimika berencana menutup Klinik Gerakan Sayang Ibu (GSI) dalam bulan ini.
Alasan penutupan fasilitas kesehatan yang berlokasi di kilometer 7, Kampung Kadun Jaya, Distrik Wania karena jarang adanya warga atau pasien yang berkunjung, meski petugas pelayanan medis selalu ada.
Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mimika, Reynold Ubra kepada Timika eXpress di ruang kerjanya, Selasa (10/1), mengatakan progam GSI yang sudah berjalan sejak 2004 sangat bagus sejak dibuka guna menunjang akses layanan kesehatan.
“GSI itu program bagus, karena waktu itu hanya ada 13 puskesmas dan belum ada rumah sakit pemerintah. Indikator dibangunnya GSI untuk menanggulangi isu kesehatan ibu dan anak yang meningkat pada saat itu. Dengan perkembangan jaman, adanya RSUD dilengkapi dengan dokter spesialis, termasuk pemekaran puskesmas yang sudah mencapai 23 puskesmas, termasuk adanya Puskesmas Wania di SP1, maka eksistensi GSI lebih cocok dialihfungsikan ke kampung-kampung,” jelas Reynold.
Menurut dia, ada dua komponen berbeda, untuk progam GSI merupakan progam yang baik, tetapi dilihat dari pelayanannya di Balai Kesehatan Terpadu Ibu dan Anak (BKTIA) untuk kondisi saat ini, sisi pelayanan RSUD dan Puskesmas Wania sudah tidak relevan, karena pasien atau warga lebih memilih ke Puskesmas atau RSUD daripada GSI, meski ada petugas yang siap melayani.
Faktor lainnya, BKTIA yang mempekerjakan sebagian besar PNS dinilai tidak efisien, sebab di RSUD Mimika maupun Puskesmas, tenaga bidan kategori PNS masih kurang. Kalau pun ada pasti non PNS dengan status kontrak atau tenaga sukarela,” jelasnya.
Apalagi, masyarakat kebanyakan sudah bebas memilih fasilitas layanan kesehatan, termasuk memanfaatkan jasa layanan dokter praktek.
Ini kaitanya dengan ketersediaan tenaga PNS yang mumpuni, namun ngangur karena penempatan tugasnya tidak relevan dengan keberadaan fasilitas kesehatan.
Dengan kondisi GSI kini, baiknya tenaga medis PNS yang ada ditempattugaskan di RSUD atau di Puskemas untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
“Ada 40 lebih tenaga GSI dan sebagian besar PNS. Dua tenaga dokter sudah kita tarik menjadi dokter penanggung jawab di Klinik Pusat Pemerintahan dan Klinik Sentra Pendidikan. Sisa lainnya dalam waktu dekat kami akan tarik juga. Nanti kita tempatkan di fasilitas kesehatan yang benar-benar membutuhkan, apakah di RSUD Mimika atau di Puskesmas yang intensitas pelayanan kesehatannya tinggi,” ungkapnya.
Reynold juga mengakui, bahwa pihaknya sudah memberi penjelasan kepada petugas kesehatan di GSI dan mereka pun menyatakan siap dialihfungsikan.
“Mereka sendiri pun minta tidak ditempatkan lagi di GSI karena mubazir, sebab tidak ada pelayanan. Dalam sebulan pelayanannya tidak lebih dari 3 orang pasien. Ini namanya pemborosan, sementara kita tidak ingin dana kesehatan tidak dimanfaatkan.
Dari porsi perhitungan, untuk gaji pegawai besarannya 30 persen. Sisanya untuk akses layanan kesehatan kalau tidak maksimal dimanfaatkan, tentu mubazir, baiknya kita alihkan,” tegasnya.
Sementara itu, ditariknya semua tenaga medis dari GSI, maka status gedungnya mubazir.
Menjawab itu, Reynold menegaskan, bahwa pihaknya tidak mengetahui kelanjutan pemanfaatan gedung tersebut, sebab status kepemilikannya pun mengambang.
“GSI bukan punya pemerintah sejak dibangun 2004, itu hanya progam kemitraan,” tukasnya. (san)