>>In Memoriam Titus Octovianus Potereyauw (Bagian 3-habis)
Selalu ada yang menarik dan ingin dikenang dari setiap perjalanan, apalagi meninggalkan kesan mendalam dan berharga bagi masyarakat banyak. 78 tahun lima bulan dan 5 hari merupakan takdir dari perjalanan hidup mendiang Titus Octovianus Potereyauw. Pria kelahiran 14 Januari 1942 merupakan peletak dasar Kabupaten Mimika, setelah dipercaya sebagai Bupati Mimika pertama (1996-2001). Semoga setiap perjalanan, selalu dikenang sampai akhir hayat dan selamanya.

Oleh: Maurits Sadipun – Timika eXpress
SETIAP yang terjadi dalam diri kita adalah takdir, dan tak ada yang bisa merubah dan menerima takdir. Kenyataan ini seperti yang dialami Ny. Florida Kaise Poteryauw bersama dua anak dan enam orang cucunya.
Hari itu, Senin (20/7) dibawah langit nan mendung, suasana hati merekapun ikut terlarut atas peristiwa iman, setelah pria bernama lengkap Titus Octovianus Potereyauw menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM).
Kematian sang suami, ayah dan opa bagi 6 cucunya tepat pukul 12:30 WIT terus mengharu biru perasaan keluarga, sahabat kenalan hingga masyarakat Mimika karena jasa-jasa baik yang ditinggalkan almarhum semasa hidupnya.
Rabu siang kemarin menjadi perpisahan terakhir dengan Titus Potereyauw setelah dihantar ke tempat peristirahatan dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Kamoro Jaya SP-1.
Prosesi pelepasan jenazah mulai dari misa requiem, penyerahan jenazah dari keluarga kepada Pemkab Mimika, semuanya diwarnai isak tangis dan air mata.
Kesedihan menyelimuti suasana batin masyarakat Mimika, terlebih keluarga yang harus kuat dalam tabah tidak lagi bersua dengan sosok pemimpin kharismatik, sederhana dan low profile.
“Semuanya tinggal ceritera. Kenangkan ingat lupakan jangan,” ungkap Maximus Tipagau-Waukateyau kepada Timika eXpress saat melayat jenazah almarhum di RSMM, menyusul kabar duka yang diterimanya ketika itu.
Mendengar kisah hidup almarhum yang begitu berharga dimata masyarakat, Maximus termasuk pengidola sosok Titus Potereyauw, putra kelahiran Kampung Keakwa, kampung dimana oleh warga setempat mengangkat Maximus sebagai anak adat.
“Saya sangat mengidolakan sosok almarhum, meski yang saya tahu hanya dari banyaknya orang berceritera. Meski hanya mendengar perkataan baik dan buruk, membaca, dan merasakan sepak terjang almarhum, jelas semua itu bukan tanpa arti, tapi membekas dihati. Harapan saya terlahir sosok seperti almarhum atau ada generasi Suku Kamoro yang menjejaki karakter kepemimpinan almarhum,” ujarnya.
Seperti halnya disampaikan oleh Irjen Pol. Paulus Waterpauw, Kapolda Papua saat memberikan sambutan pembuka sebelum prosesi pemakaman almarhum.
“Tugas-tugas mulia yang almarhum kerjakan, kini kita merasakan dampaknya. Kita boleh bersedih,tapi tidak sampai berlarut, dan keluarga yang ditingalkan diberi kekuatan dan ketabahan,” katanya.
Bahkan dihadapan sidang perkabungan yang mulia, Paulus Waterpauw yang juga anak adat Suku Kamoro meminta kepada Wakil Bipati Mimika, Johannes Rettob untuk menyampaikan kepada Bupati Mimika agar almarhun Titus Potereyauw diberi penghargaan.
“Ini saya sampaikan karena almarhum sudah bangun fondasi berdirinya Kabupaten Mimika. Almarhum termasuk putra Kamoro terbaik, sehingga ikuti jejaknya dan contohi kepribadiannya yang selalu berbagi bersama, juga saling melengkapi satu sama lain,” ungkapnya.
Maximus pun demikian, berharap ada penghargaan dari Pemkab Mimika untuk mengenang jasa-jasa almarhum.
Begitu pula dengan Gregorius Okoare, Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) juga meminta Pemkab Mimika mengkultuskan pergantian nama Graha Eme Neme Yauware menjadi Graha Titus Octovianus Potereyauw.
Gregorius pun berharap jejak pemerintahan yang diletakan oleh almarhum dengan pondasi yang kuat harus dipertahankan.
“Jangan sampai pondasi tidak kuat, ibarat satu pohon besar kalau akarnya rapuhapalah arti dahan, rantingnya,” ungkap Gregorius mengacungi sosok almarhum yang disebutnya sebagai birokrat ulung.
Kepiawaian almarhum memperjuangkan lahirnya kabupaten admistratif Mimika pecahan dari Kabupaten Fak-Fak, adalah tidak mudah.
“Makanya generasi penerus saat ini harus belajar ikuti aturan, sehingga jejak dari almarhum yang adalah orang tua, sesepuh, tokoh pejuang tidak hilang melainkan lebih ditingkatkan,” kenang Gregorius.
Begitu pula, Vebian Magal, Direktur Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK) mengaku kehilangan sosok pemimpin yang jujur, rendah hati, sederhana.
“Kesederhaannya sampai meninggal tidak ada apa-apa, tidak seperti pejabat negara lain. Ini karena kecintaan beliau kepada masyarakatnya dan benar-benar berjuang bangun daerah ini. Kalau tidak beliau letakan dasar secara baik, mungkin berbeda nasib daerah ini,” ujarnya kepada Timika eXpress sewaktu menerima kabar duka.
Menurut Vebian, setiap orang mengukir sendiri atas dirinya. ukiran itu ada yang bagus dan ada yang kurang bagus, tergantung manusianya sendiri.
Titus Octovianus Potereyauw telah mengawali goresan lukisan, agar lukisan itu tidak pudar, maka harus dirawat.
Ibarat daerah ini, pemimpin yang diberi amanah diharap mampu menghadapi globalisasi dan arus perubahan. Selamat jalan bapa Titus Potereyauw. Masyarakat Amungsa, kenangkan ingat, lupakan jangan. (*)