
Pastikan Izin Ekspor dan Operasional Freeport
TIMIKA,TimeX
Tujuh Kepala Suku yang mengatasnamakan Komunitas Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Wilayah Mee-Pago dan La Pago Mimika menyatakan siap menemui langsung Presiden RI, Joko Widodo dalam waktu dekat ini.
Tujuan menemui orang nomor satu di Indonesia itu adalah menyarankan sekaligus mendesak pemerintah pusat terkait izin ekspor dan normalisasi operasi tambang, termasuk perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI).
Mewakili tujuh kepala suku, Anis Natkime bersama Kepala Suku Kamoro Timotius Samin, Kepala Suku Moni Agustinus Zomau, Kepala Suku Nduga Daud Nirigi, Kepala Suku Dani Hermanus Kogoya, Kepala Suku Damal Mesak Tenbak dan Kepala Suku Mee Niko Magai, menegaskan operasi pertambangan PTFI tidak hanya menyangkut kesejahteraan rakyat di Mimika, Papua, melainkan untuk kelangsungan pembangunan di Indonesia.
Pertemuan Selasa kemarin dihadiri pula puluhan masyarakat tujuh suku dengan mengusung tema sebagaimana spanduk yang dipasang, ‘Jadikanlah Adat, Agama dan Pemerintah Sebagai Satu Tungku yang Kuat untuk Membangun Papua’.
Kepada wartawan di Sektetariat Komunitas Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Wilayah Mee-Pago dan La Pago Mimika di Jalan Cenderawasih, tepatnya di depan PT Petrosea, Selasa (10/1), Kepala Suku Besar Anis Natkime, mengatakan perusahaan tambang Freeport harus berjalan normal.
Pemerintah harus obyektif melihat dari berbagai sisi, jangan hanya mementingkan aturan-aturan yang berdampak terhadap kelangsungan hidup, bahkan bisa merugikan masyarakat.
“Operasi Freeport harus normal, supaya semua sejahtera. Perusahaan harus jalan supaya tujuh suku, rakyat Papua dan Indonesia bisa makan. Karyawan dan masyarakat harus sejahtera, pendidikan dan kesehatan harus jalan. Kalau perusahaan sakit, mau makan apa?,” kata Anis.
Desakan tujuh kepala suku Komunitas Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Wilayah Mee-Pago dan La Pago Mimika murni aspirasi untuk kedepan jika Freeport tidak berjalan normal, ekonomi masyarakat dipertaruhkan.
“Makanya kami akan temui langsung Presiden Joko Widodo dan menyampaikan aspirasi tuntutan kami. Saat ini momen yang tepat, kami tujuh kepala suku bertemu Presiden, sehingga aspirasi tuntutan kami dibahas bersama melalui pertemuan bersama legislatif. Kita kumpul ini mau agendakan pertemuan dengan Presiden. Saya selaku pemilik hak ulayat, saya kepala tujuh suku, pemilik gunung emas, tambang saya punya. Saya akan memperjuangkan supaya kontrak Freeport diperpanjang dan supaya perusahaan jalan normal,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Suku Moni, Agustinus Zomau menambahkan kelangusngan operasional Freeport serta program sosial kemasyarakatan bagi warga lokal tujuh suku yang terjadi sejak eksploitasi dan eksplorasi perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia itu sudah merupakan ikatan adat.
Karena di dalamnya ada hak-hak masyarakat adat tujuh suku yang mesti dipenuhi.
Selain itu, Kepala Suku Nduga, Daud Nirigi, mengatakan perpanjangan izin ekspor ataupun perpanjangan kontrak PTFI akan didukung penuh dan melibatkan perjuangan masyarakat tujuh suku.
“Keputusan apa yang diambil pemerintah, harus melibatkan masyarakat adat. Tambang bukan di Jakarta tapi di sini. Kami mau ketemu presiden. Dia itu merakyat, itu kami punya anak, itu kita semua punya orang. Jangan sampai keputusan yang diambil pemerintah tidak melibatkan masyarakat, maka itu tidak akan diterima,” tukasnya.
Disnakerduk Khawatir
Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan (Disnakerduk) Provinsi Papua menyatakan khawatir ribuan pekerja di Bumi Cenderawasih akan menjadi pengangguran jika izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia tidak diperpanjang.
Kepala Disnakerduk Provinsi Papua Yan Piet Rawar, di Jayapura, Selasa, mengatakan, tidak beroperasinya Freeport berpotensi menganggu perekonomian Papua, bahkan nasional.
“Kami mengkhawatirkan potensi kebijakan rasionalisasi anggaran yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK), karena konsekuensi atas penghentian ekspor konsentrat tersebut,” katanya.
Menurut Yan, Freeport mempekerjakan sekitar 4.000-5.000 pekerja asli Papua, dengan total 30 ribu tenaga kerja, sampai dengan kontraktor maupun subkontraktor.
“Pemprov Papua, dari sisi tenaga kerja, mengharapkan tidak terjadi pemutusan hubungan kerja,” ujarnya.
Dia menjelaskan hal ini artinya perusahaan harus berjalan terus, tapi sisi lain pihaknya meminta Freeport juga bisa segera memenuhi permintaan pusat untuk membangun smelter sehingga perizinan konsentrat bisa segera diperpanjang.
Sebelumnya, Pemprov Papua meminta dilibatkan dalam perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI) yang habis pada Rabu (11/1).
Asisten Bidang Perekonomian Setda Provinsi Papua Elia Loupatty, menyaakan pihaknya hingga dikonfirmasi belum mendapat laporan dari instansi terkait maupun dari pemerintah pusat mengenai perpanjangan izin tersebut. (a21/ant)