
Perseteruan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng dengan 35 anggota DPRD Mimika semakin memanas.
Ini setelah pernyataan sikap dari kedua belah pihak terkait paripurna Pansus Hak Angkat DPRD Mimika soal dugaan ijazah palsu menguat. Sebaliknya, Bupati Omaleng menyatakan status hukum ke-35 anggota DPRD Mimika saat ini cacat hukum, sebab gugatan banding Gubernur Papua di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dicabut. Otomatis sesuai mekanisme hukum maka, putusan PTUN Jayapura Nomor 34/6/2015/PTUN tanggal 6 Juni 2016 membatalkan SK Gubernur Nomor 155.21385/Tahun 2015 tanggal 3 November 2015 tentang Peresmian Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mimika Periode 2014 -2019.
Omaleng ‘Cekal’ Anggota DPRD Berkantor
BERDASARKAN putusan PTUN Jayapura, maka Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, SE.MH dengan tegas menyatakan keanggotaan DPRD Mimika periode 2014-2019 yang dilantik 24 Nopember 2015 silam adalah cacat hukum dan telah berkekuatan hukum tetap (inkra).
Untuk itu, ke -35 anggota DPRD Mimika akan dicekal dan dilarang melakukan aktivitasnya sebagai wakil rakyat di DPRD Mimika, karena status hukum dasar pelantikan mereka telah digugurkan dengan sendirinya oleh Gubernur Papua.
“Waktu keluarnya putusan PTUN Jayapura Nomor 34/6/2015/PTUN Jayapura tanggal 6 Juni 2016, yaitu membatalkan SK Gubernur Nomor 155.21385/Tahun 2014-2019. Dari putusan itu Gubernur Papua melakukan upaya banding ke PTUN Makassar. Namun pada akhirnya Gubernur Papua sebagai pihka tergugat mencabut perkara banding terkait sengketa DPRD Mimika versi SK17.
Dengan dicabutnya, menyusul dicoretnya perkara Nomor 104/B/2016, Oktober 2016 dalam buku register banding PTUN Makassar, maka putusan PTUN Jayapura adalah inkra.
Bahkan, untuk mengamankan aset daerah, yakni gedung DPRD Mimika sampai adanya penetapan DPRD Jilid II, maka orang nomor di Mimika pun telah mengkoordinasikannya dengan Kapolres Mimika AKBP Viktor Mackbon.
Hari ini (kemarin-red) saya akan koordinasi dengan Kapolres untuk keamanan dan amankan aset pemerintah. Kami akan minta pengamanan dari Polres. Kami akan cekal dan tidak boleh mereka masuk kantor lagi,” katanya kepada wartawan di Sentra Pemerintahan SP III usai memimpin apel pagi, Senin (28/11).
Lebih lanjut katanya, prosesi syukuran oleh 35 wakil rakyat pada 24 Nopember lalu melalui prosesi adat bakar batu di halaman Kantor DPRD Mimika, itu merupakan syukuran akhir masa jabatan mereka setelah setahun bekerja.
“Kemarin bakar batu disitu juga pelanggaran, karena seharusnya mereka tidak boleh lagi ke kantor. Mereka mau bilang apa, terserah. Selama ini kerja mereka kritik terus, utamanya masalah pembangunan. Padahal pemerintah telah melakukan upaya terbaik. Kalau mau perpisahan undang kita semua di Eme Neme Yauware,” sindir bupati.
Ia pun mengakui, menjelang akhir tahun anggaran 2016, masih ada sejumlah agenda daerah yang harus diselesaikan, yakni LKPJ Bupati 2015, RPJMD, RAPBD 2017 dan Perda Restrukturisasi.
Untuk itu, terkait status DPRD Jilid II, ia memastikan dalam waktu dekat akan diupayakan pembentukannya sebagai ganti 35 anggota DPRD yang secara defacto cacat hukum.
“Kita akan percepat proses SK DPRD Jilid II. Nanti pelantikannya di Eme Neme Yauware. Saya tidak bisa beri tahu kapan, tapi tinggal menunggu hari saja. Yang diusulkan tenang saja karena ini rahasia. Kami lagi perjuangkan,” jelasnya. (a14)
Saleh: Tidak Ada DPRD Jilid II
DENGAN dicabutnya gugatan banding Gubernur Papua dari PTUN Makassar, tidak serta-merta membatalkan keabsahan status DPRD Mimika periode 2014-2019 yang saat ini masih bertugas.
“Kalau pernyataan Bupati Omaleng akan lahir DPRD Mimika Jilid II, dengan dasar pencabutan gugatan banding Gubernur Papua terkait sengketa status keanggotaan DPRD Mimika versi SK 17, saya pastikan 100 persen tidak ada pelantikan DPRD Jilid II”.
Demikian ditegaskan Ketua Komisi A DPRD Mimika, Saleh Alhamid kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (28/11).
Lanjut Saleh, kalau Bupati Omaleng katakan satu atau dua hari bakal dilantik DPRD Jilid II, artinya kewenangannya telah melebihi KPU sebagai lembaga independen yang menetapkan Caleg terpilih.
Termasuk dasar pelantikannya pun bermuara dari KPU.
“Kita ini negara hukum dan semuanya melalui prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Jangan sampai komentar kita ditertawai karena tidak paham mekanisme. Dasar penetapan KPU itulah yang direkomendasikan ke Gubernur Papua serta nama-nama Caleg terpilih untuk selanjutnya dilantik menjadi anggota DPRD. Pertanyaannya, kalau bupati bilang akan ada pelantikan anggota DPRD baru itu saya tidak percaya. Tetapi kalau keputusanya dari KPU, baru saya percaya,” tantang Saleh.
Pencabutan gugatan banding Gubernur Papua dari PTUN Makassar terhadap putusan PTUN Jayapura Nomor:34/6/2015/PTUN tanggal 6 Juni 2016, yakni membatalkan SK Gubernur Papua
Nomor: 155.21385/Tahun 2015 tanggal 3 November 2015 tentang peresmian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mimika Periode 2014 -2019, itu mencakup lima poin penegasan.
Yakni, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian, menyatakan pembatalan SK Gubernur Nomor 1555.2/385/2015 tanggal 3 November 2015 dan mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut SK Gubernur nomor 1555.2/385/2015 tanggal 3 November 2015, serta menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam sengketa, dan menolak gugatan para penggugat untuk selebihnya.
“Jadi PTUN mencabut gugatan Gubernur Papua, bukan SK 17 sehingga otomatis digantikan dengan keanggotaan DPRD Mimika Jilid II versi SK16A. Kalau versi SK 17 atau SK16 A, itu kewenangannya KPU bukan PTUN, makanya PTUN hanya menyatakan menolak,” jelasnya.
Kembali ditegaskannya, mana amar putusan PTUN yang menyatakan mencabut SK 17. PTUN tahu bahwa itu bukan kewenangannya, melainkan keputusan Mahkama Konstitusi (MK) setelah melalui pengujian oleh Bawaslu,”tambahnya.
Saat itu pula, Saleh juga mengomentari soal hak-hak dewan yang dipending.
“Komentar bupati soal hak-hak dewan itu komentar yang membuat pakar hukum dan semua orang tertawa, karena DPRD ini adalah lembaga Negara, dan yang memutuskan benar atau tidaknya sebuah keputusan hukum adalah pengadilan atau pihak yudikatif,”ucap Saleh.
Ia pun menegaskan, apabila hak-hak DPRD tidak dibayarkan, maka itu disinyalir tindakan penggelapan, yang pastinya akan ditindaklanjuti ke kepolisian setempat.
“Bupati tidak punya kewenangan,Bupati itu pengguna anggaran Negara, dan tidak berhak melarang pembayaran uang Negara. Pelecehan Bupati Mimika terhadap DPRD telah berlangsung dan sudah kami nyatakan final Kamis pekan lalu. Saya yakin 100 persen juga dalam waktu dekat akan turun putusan Mahkamah Agung (MA) soal putusan Hak Angket DPRD Mimika, apalagi disinyalir tindakan bupati sudah melanggar institusi Negara,”tegasnya.
Dari indikasi tersebut, ada dua solusi yang bakal ditetapkan MA, yakni pemberhentian bupati dari jabatannya selama tiga bulan, dan selama itu akan menjalani pembelajaran di Mendagri soal pemerintahan. Termasuk sanksi administrasi apabila dugaan ijazah palsu Bupati Omaleng adalah benar,sebagaimana ketentuan UU nomor 32 tahun 2004 dan UU nomor 9 tahun tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian Bupati.
Sementara itu, larangan dari orang nomor satu terhadap 35 anggota DPRD Mimika untuk tidak boleh berkentor, ditegaskan Saleh, hal itu tidak berdasar.
“Dasar hukumnya apa, pendapat bupati itu sesuatu yang naif. Saya berkeinginan sekali dia (bupati-red) bersurat resmi ke DPRD, bahwa dengan ini tidak lagi dilayani, itu boleh. Setidaknya jangan hanya sebatas bicara nanti orang paham hukum tertawa. Kami sudah punya surat resmi untuk memakzulkan (memberhentikan) bupati berdasarkan temuan-temuan bersama tim dari Kemendagri,” tambahnya.
Ketua Partai Hanura ini pun menegaskan, bahwaDPRD Mimika saat ini tidak terpengaruh sedikitpun dengan adanya pencabutan gugatan oleh Gubernur Papua pada tingkat banding PTUN Makassar.
“Polemik politik ini jangan membuat bingung masyarakat. Jelas bahwa penetapan anggota DPRD terpilih harus melalui KPU. Orang-orang mengatakan bahwa KPU mengajukan nama-nama kepada gubernur untuk diterbitkan resmi. Sekarang KPU mana, KPU versi Yohanes Kemong sudah diberhentikan, apalagi Kantor KPU sendiri sudah terbakar bersama sejumlah dokumen-dokumen. Ini kejelasannya ada dimana,”tukas Saleh. (a15)