
TIMIKA,TimeX
Penyidik Polres Mimika akan menjalin kerjasama dengan penyidik Polsek Pasar Rebo, Polres Jakarta Timur, guna menguak motif oknum berinisial SK (35) selaku biarawati palsu terkait kasus penelantaran dan eksploitasi empat anak dibawah umur asal Mimika.
Termasuk koordinasi dengan Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Pusat Jakarta, yang pertama kali menangani kasus tersebut.
SK sendiri telah merngkuk di sel tahanan Polsek Pasar Rebo Jakarta Timur.
Demikian ditegaskan Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon kepada Timika eXpress usai menjemput kedatangan dua bocah korban eksploitasi biarawati palsu di Bandara Mozes Kilangin, Senin (20/2).
“Kita akan dalami modus termasuk motif kasusnya bersama Polsek Pasar Rebo Jakarta Timur dan Komnas Perlindungan Anak,” jelas Kapolres Mackbon.
Tujuh anak dibawah umur, masing-masing berinisial KM (11), MM (12), Y (5), YM (7), Ch (5), Cr (4), dan Ye (6).
Dari jumlah itu, empat orang diantaranya adalah warga Kwamki Baru Mimika, yaitu KM (11), MM (12), Y(5) dan YM( 7).
Tiga lainnya, Ch (5), (Cr (4) dan Ye (6), adalah korban eksploitasi, masing-masing berasal dari Flores, Ambon dan Afrika.
“Ketiganya masih ditangani Komnas Perlindungan Anak Jakarta, sembari menunggu keluarganya untuk dipulangkan ke daerah asal.
Sementara dua bocah perempuan, MM (12) dan KM (11), Senin pagi kemarin telah tiba di Timika dengan penerbangan Maskapai Garuda Indonesia. sedangkan Y dan Ya masih menjalani perawatan medis di salah satu rumah sakit di Semarang karena menderita sakit kulit.
Didampingi orang tua dan keluarga, kedatangan mereka dijemput langsung oleh Kapolres Mimika, AKBP Victor Dean Mackbon, Kepala BPPPA Mimika, Alice Irene Wanma, Ketua P2TP2A, Syane Mandesy, serta perwakilan Dinas Sosial (Dinsos) Mimika.
Sebelumnya sempat digelar dialog singkat di Kantor Polsek Bandara.
Dihadapan orang tua, Kapolres Mackbon, Kepala BPPPA Mimika termasuk Ketua P2TP2A dan perwakilan Dinsos Mimika, MM dan KM menceriterakan semua situasi dan perlakuan SK atas mereka.
Keduanya mengatakan, selama berada di rumah penampungan illegal diperlakukan semena-mena dan tidak manusiawi oleh “biarawarti palsu” tersebut.
“Dia janji sekolahkan kami di Yayasan Katolik di Jakarta, tetapi semuanya tidak ada. Kami dijadikan “budak” dalam rumah tersebut. Kami disuruh memasak, manyapu, pel lantai dan cuci. Kami juga sering disuruh joget-joget sambil nyanyi kalau ada tamu datang ke rumah. Nanti tamu itu kasih uang ke suster,” ujar kedua bocah polos itu.
Tidak hanya itu, selama setahun, kedua bocah mungil itu pun mengaku tidur dilantai ubin tanpa alas kasur.
Sementara SK bersama tiga anak asuhnya yang lain tidur di dalam kamar.
Lebih tidak manusiawi lagi, SK tidak hanya mengintimidasi, tetapi juga memaksa bocah-bocah makan makanan sisa.
Kondisi ini mengakibatkan mereka sering kelaparan hingga nekad keluar dari rumah illegal lantas mencuri roti di salah satu warung milik tetangga.
Kebusukan perlakuan SK baru terungkap setelah terjadinya aksi pencurian roti. Mendapat ceritera dari bocah malang, pemilik warung kemudian mengadukan ke Komnas Perlindungan Anak.
Sementara itu, Kepala BPPPA Mimika Alice Irene Wanma juga Ketua P2TP2A, Syane Mandesy pada kesempatan itu berharap kasus ini harus diusut tuntas, dan kepada biarawati palsu dihukum.
Terkait penanganan lebih lanjut, pihaknya akan mendatangkan psikolog untuk mengobati trauma karena kekerasan fisik dan psikis yang diderita anak-anak hingga pulih,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Ny. Magal, ibu dari korban KM, mengaku mempercayai Sisilia R sebagai sponsor, karena selama ini telah membantu menyekolahkan beberapa anak Amungme hingga pendidikan tinggi dan menjadi sarjana.
“Kita percaya dia karena kita sudah kenal. Tapi yang saya bingung kenapa anak-anak ini diperlakukan seperti ini,”tururnya kesal. (zuk/a21)