
TIMIKA, TimeX
Sejak merintis usaha jasa penyedia angkutan barang di laut dengan sistem kontainer (peti kemas), PT Salam Pasifik Indonesia Lines (SPIL) perwakilan Timika selalu mengedepankan strategi bisnis dengan kompetisi sehat.
Dengan masuknya atau telah beroperasinya sejumlah perusahaan ekspedisi laut di Timika, PT SPIL pun mengklarifikasi kalau disebut ingin melakukan monopoli .
Ini sama sekali tidak benar karena monopoli itu melanggar undang-undang, apalagi PT SPIL sudah beroperasi sejak 2006 di Timika.
Namun, perlu dicatat bahwa PT SPIL sebagai perintis jasa angkutan laut di wilayah Timur Indonesia, termasuk Papua dan Papua Barat.
Regional Eart Advisor Imam Suprapto pada konferensi pers, Rabu (2/3) menyebut, ada 9 wilayah di Papua dan Papua Barat dimana PT SPIL beroperasi, mulai dari layanan jasa pengiriman barang sebelum menggunakan sistem kontainer hingga memakai peti kemas. Jasa layanan itu dirintis dari Sorong, Manokwari, Merauke, Jayapura, Biak, Fak-fak, Kaimana, Serui dan Timika.
“Ini menunjukan komitmen PT SPIL dalam partisipasinya membangun perekonomian wilayah Timur Indonesia melalui jasa angkutan laut sebagai urat nadi pembangunan,” jelas Imam.
Ia mengakui, sejak beroperasi, banyak kendala ditemui, diantaranya sarana prasarana pelabuhan yang belum memadai untuk mendudukan peti kemas secara layak.
“Termasuk di Timika, awal penumpukan kontainer dengan lokasi berawa dan lumpur sehingga kita letakan dasar kontainer kosong untuk dudukan kontainer lainnya,” tambah Imam.
Menyikapi kondisi itu, PT SPIL kemudian menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah setempat, melalui partisipasi mendukung kesiapan dermaga, areal penumpukan peti kemas, regulasi, dan sarana pendukung di pelabuhan.
Menurut Imam, sebelum masuknya PT SPIL di Timika, terjadi disparitas harga barang kebutuhan masyarakat. Namun sejak beroperasinya PT SPIL, secara langsung mulai menekan, bahkan menstabilkan harga-harga barang di pasaran Timika.
Selain itu, dengan sistem windows server atau pelayaran terjadwal seperti saat ini, PT SPIL telah mendahuluinya, hanya saja ada faktor teknis maupun non teknis sehingga kadang molor sehari, dan itu masih dalam batas wajar,” katanya.
Untuk diketahui, PT SPIL dalam operasinya saat ini telah menguasai hak lahan seluas 56 hektare dengan status sewa pakai dari pemiliknya PT Bartur Langgeng Abadi dengan tiga poin kesepakatan, yakni diberi hak penuh mengelola lahan sebagai tempat penumpukan kontainer.
Dengan demikian, pihak lain yang hendak masuk harus seijin PT SPIL,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT SPIL perwakilan Timika Eus Berkasa, SH mengklarifikasi pernyataan PT TMAS sebagai operator pelaksana program “tol laut” yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat.
Pernyataan tersebut, menurut kuasa hukum kondang di Mimika itu, termasuk program nawacita Presiden Joko Widodo, program ini menjadi ranah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam hal ini adalah PT Pelayaran Nasional (PELNI) atau BUMN lainnya semisal ASDP apabila ditunjuk oleh pemerintah.
Sebab acuan program ini berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 106 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan RI Nomor PM 161 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut.
“Jadi selain PT Pelni, di luar dari itu, atau pihak swasta tidak dibenarkan. Jadi jangan mendompleng ‘tol laut’ untuk kepentingan bisnis,” tegasnya.
“InI yang kita klarifikasi, jangan sampai masyarakat salah persepsi, sehingga perlu kami luruskan,” paparnya.
Eus juga menyebutkan, bahwa status PT SPIL adalah sama dengan PT Tempuran Emas (TEMAS), yakni sama-sama perusahaan penyedia jasa angkutan barang laut.
“PT TEMAS yang mengoperasikan KM Teluk Emas, kedudukan sama, bukan BUMN. Jadi ini jelas, sehingga tidak ada yang saling klaim diri sebagai pelaksana tol laut.
Dengan kehadiran PT TEMAS, PT SPIL menyatakan menyambut baik, karena kehadiran PT TEMAS sebagai kompetitor, sekaligus memberikan alternatif layanan jasa angkutan barang laut dalam meningkatkan ekonomi masyarakat di tanah Amungsa.
“PT SPIL sangat membuka diri. Dan bukan merupakan kewenangan SPIL untuk melarang perusahaan lain untuk masuk, asalkan ada etika bisnis” tandasnya. (vis)