
Timika,TimeX
Tak ada alasan bagi rumah makan, produsen makanan/minuman, restaurant, depot air, home industri yang bergerak dibidang makanan ataupun minuman tidak mengurus rekomendasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Mimika.
Hal ini disampaikan Ketua MUI Kabupaten Mimika Ustadz H. M. Amin Ar, S.Ag disesela-selaSosialisasi Gerakan Masyarakat Sadar (GEMAR) Halal yang yang diikuti ratusan pemilik produsen makanan, rumah makan, depot air (dll) di Gedung Serba Guna Masjid Agung Babussalam, Kamis (21/7).
Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan kegiatan dalam rangka menjelang hari jadi (milad) Majelis Ulama Indonesia (MUI) KE-41, yang jatuh pada 26 Juli 2016 mendatang.
“Kami banyak mendapatkan laporan tentang maraknya warung atau rumah makan yang telah mencantumkan lebel halal, namun belum mendapatkan rekomendasi halal dari MUI Kabupaten Mimika.
“Pasalnya, kami berkewajiban untuk melindungi umat dari makanan yang tidak halal. Sekarang warung-warung ataupun restoran banyakmenyajikan makanan nusantara yang beraneka ragam. Jadi, kita himbau agar pemiliknya segera mengajukan rekomendasi halal,” katanya.
Selanjutnya,ustadz Amin, mengemukakan, selain warung dan restoran, proses permohonan rekomendasi halal juga agar dilakukan oleh seluruh produk makanan dan minuman.
Senada dengan Ustadz Amin, Sekretaris Umum MUI Kabupaten Mimika Ustadz Abdul Syakir, SPd.I, menyampaikan bahwa sosialisasi tersebut sebenarnya lebih membatu produsen makanan/minuman untuklebih memahami tentang pentingnya rekomendasi halal.
“Dengan mendapatkannya (rekomendasi halal red) umat islam atau konsumen tidak ragu-ragu lagi untuk membeli atau berbelanja di warung kita, jelasnya.
Selain itu, ia juga menerangkan sanksi yang harus diterima bagi penjual ataupun produsen makanan/minuman sudah berani mengakatan halal, namun belum juga terjamin kepastiannya secara hukum.
Dikatakannya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
“Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), jelasnya.
Selain itu juga Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, tentang Jaminan Produk Halal (JPH) pasal 25, juga mengatur tentang sanksi dari pelaku usaha yang melanggar akan deberikan peringatan tertulis, denda administratif sampai pencabutan sertifikat halal bagi yang telah mengurusnya.
Untuk diketahui, kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Bimas Islam Kementerian Agama Kabupaten Mimika, wakil ketua PHBI dan wakil Baznas Mimika. (abs)