Jhon Rettob Kecewa, Tidak Diundang pada Rolling Jabatan
TIMIKA, TimeX

Johannes Rettob
Rolling jabatan di lingkup Pemkab Mimika baru saja berlangsung, tepatnya Jumat (17/7). Sayangnya dalam proses rolling yang berlangsung di pendopo rumah negara SP 3 tersebut tidak dihadiri oleh Johannes Rettob, Wakil Bupati Mimika.
BACA JUGA : Kelambu Digunakan untuk Jaring Ikan
BACA JUGA : Kerukunan Luwu Raya Timika Galang Dana Korban Banjir Masamba
Pasalnya ketidakhadiran orang nomor dua di Mimika itu lantaran dirinya tidak diundang.
Terkait dengan itu, Wabup Jhon mengaku merasa tidak dihargai dan kecewa karena tidak dilibatkan dalam proses pelantikan. Kendati demikian ia mengaku tetap memiliki hubungan baik dengan Bupati Mimika dalam hal ini Eltinus Omaleng.
“Saya tetap kerjasama dengan bupati,” ungkapnya dalam jumpa pers di Hotel Grand tembaga, Minggu (19/7).
Menurut hematnya, mengenai tindakan bupati tidak sepenuhnya tindakan pribadinya namun ada oknum tertentu yang memengaruhinya (bupati, red).
BACA JUGA : 300 Kapal Ikan Beroperasi di Perairan Mimika
“Saya dan pak bupati tidak ada masalah dan kita sampai saat ini bekerja sama-sama, tetapi saya yakin dan percaya beliau ditekan dan didesak oleh orang-orang tertentu, yang ada disekitarnya, kalau kita mau bilang tim sukses, saya pikir tidak, karena banyak tim sukses yang di nonjob kan, saya tau persis siapa saja yang bekerja, bahkan ada pegawai negeri yang pasang badan untuk Omtob tapi justru dinonjob,” akunya.
Mengenai situsi ini, ia lantas menyampaikan permohonan maaf, khususunya kepada para tim pendukung Omtob.
BACA JUGA : Seorang IRT Tewas Dipatuk Ular Saat Mencari Kayu
“Saya minta maaf, tidak usah khawatir saya yakin kedepan kabupaten ini berjalan dengan baik, saya berharap semua bisa kompak,” tuturnya.
Lanjutnya, dengan peristiwa ini tentunya banyak masyarakat yang kecewa, emosioanl atau prihatin. Karena itu, ia berpesan agar bisa bersabar karena ia yakin nantinya akan kembali kepada aturan yang berlaku.
Dikatakan, sehari sebelumnya ia masih komunikasi dengan bupati sampai sore, membahaas tentang realisasi anggaran dan pemeriksaan BPK.
“Artinya terkesan disitu pasti tidak ada rolling,” ungkapnya.
Namun rolling terjadi dan diluar dugaannya, karena dalam berbagai kesempatan ia menyamoaikan belum ada rolling dalam waktu dekat ini.
“Ada oknum tertentu yang berusaha membenturkan dan membuat kontroversi saya dan bupati, agar kepentingan itu terpenuhi, saya tahu orang-orang itu, mereka ingin memuluskan jalan mereka, dengan membenturkan bupati dan saya, saya diam bukan berarti saya tidak tahu, jangan samakan saya dengan wakil bupati sebelumnya (Yohanes Bassang, red). Pasti berbeda, saya akan berjuang sebagai anak daerah ini,” tegasnya.
Dijelskan, rolling pejabat di era Omtob ini, sesuai dengan kedepakatan bersama bupati, seharusnya enam bulan pasca pelantikan, yakni Maret, yang seharsnya dilakukan lelang jabatan untuk eselon II, sesuai prosedut di dalam Undang-undang aparatur sipil negara. Dimana, penempatan pejabat melalui panitia seleksi untuk jabatan eselon dua dan itu sementara dilakukam dan juga sudah dilakukan job fit atau penilaian individu untuk mentukan pejabat yang sudah ada menduduki esalon II tetapi akan dicari dan ditempatkan sesuai bidangnya.
Lanjut Wabup, sesudah itu proses selanjutkan diterapkan pada esalon III, IV
“Hasil bupati sesuai kesepatan kami berdua, yang bupati sampaikan bahwa untuk sementara ini tidak ada dulu rolling jabatan selama pendemi Covid-19 dan karena semua kegiatan sudah berjalan. Rolling ini saya benar-benar tidak tahu, karena saat itu saya sementara memimpin rapat, di rumah jabatan Wabup,” jelasnya lagi.
Oleh karena itu ia mengaku sangat terkejut mendengar informasi pelantikan pejabat baru. Ia kemudian menghubungi bupati, namun handphon bupati tidak aktif.
“Bagi saya, saya persoalan ini sangat menyakiti hati saya, karena pelantikan ini dilakukan di jaman kami (Omtob), untuk kepentingan lima tahun kedepan sesuai rencana kita dalam visi misi yang sudah dituangkan dalam RPJMD,” ungkapnya.
Ironisnya lanjut dia, RPJMD tersebut baru saja disahkan oleh DPRD yang mana dalam satu poin penting adalah reformasi birokrasi, yakni menata birokrasi dengan baik agar sesuai dengan era kini sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dilakukan sesuai mekanisme dan aturan-aturan yang berlaku.
Untuk mendapatkan seorang pejabat baik itu eselon II, III, dan IV harus sesuai dengan kemampuan kapabilitas dan dedikasi, hal inilah yang paling penting dari assesment dari lelang jabatan bukan oleh tim untuk mendapatkan orang-orang yang berkemampuan yang berkualitas.
Disamping itu, DPRD dalam pandangan akhir juga berpesan, salah satu poin ialah jangan bagi-bagi jabatan, dan ini suatu yang ironis sekali dimana baru saja disahkan RPJMD, dua hari dilakukan pergeseran jabatan tanpa melalui mekanisme yang berjalan sehingga tidak sesuai visi misi dan tidak ada koordinasi sedikitpun dengan Wabup.
“Tugas Wabup adalah menilai aparat dibawah dan memberikan masukan kepada bupati untuk mengambil kebijakan,” tambahnya.
Lanjuynya, 10 bulan wabup bertugas dan sejauh ini ia terus melakukan Sidak yang tujuannya untuk menilai kinerja dari pada para aparat, apakah cocok atau tidak.
“Saya sayangkan bahwa teryata hasil pelantikan kemarin, tidak sedikitpun menggambarkan rencana itu, orang-orang yang dididik tidak mendapatkan jabatan sesuai dengan kemapuan dan kapabilitas, contonya di diperijinan,” tukasnya.
Wabup juga menyebut dari sejumlah nama yang dilantik kemarin (Jumat) ada nama pejabat yang sudah pindah ke daerah lain. Ini menunjukkan pelantikan dilakukan dengan sangat terburu-buru.
“Ini menunjukkan rolling tidak sesuai dengan prosedur, maka saya minta maaf kepada seluruh masyarakat. Sebenarnya kita tidak kehendaki ini, kita ingin yang terbaik bagi kabupaten ini. Karena target kepemimpinam Omtob ialah angka kemiskinan harus turun, begitu juga pengangguran dan beberapa target lainnya.
“Saya hanya katakan apakah dengan pelantikan seperti sekarang ini visi misi kita akan baik, saya kecewa dan sesalkan ini, untuk kedepan kita harus lebih baik, penempatan pejabat pada tempatnya bukan kepentingan kelompok, tetapi harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku, pak bupati sebagai orang Amungme Kamoro saya juga Amungme Kamoro, kami harus perjuangkan anak-anak daerah ini, saya jujur saya harus perjuangkan karya orang tua saya, yang mereka datang kesini membuka daerah ini dan kemudian membuat orang-orang ini maju,” tegas Wabup.
Dalam rolling ini juag ia melihat ada pejabat eselon II yang langsung di nonjobkan, padahal dalam lingkup ASN harus jenjang karir.
“Selain itu secara aturan orang yang sudah menduduki esalon II,IIIdan IV diturunkan pangkatnya, walaupun sesama esalon III, ada pangkat III A dan IIIb dan tidak bisa Pangkat A turun lagi ke pangkat B. Apalagi dari esalon II turun langsung non staf, ini bisa dilakukan keceuali pemda memiliki panitia kode etik ,” jelas Wabup.
Jhon Thie Sayangkan Kejadian Ini
Sementara itu, Johanes Felix Helyanan, Ketua DPC PDIP Mimika, yang juga selaku Wakil Ketua II DPRD, dalam kesempatan yang sama mengatakan kejadian ini sudah sampai di telinga pengurus DPP PDIP dan DPD PDIP.
Kata dia, sebagai Ketua DPC PDIP dirinya sangat menyangkan rolling secara besar-besaran pemerintahan namun tidak melibatan Wabup.
Kata dia, sebagai partai kualisi seharusnya ada kesempatan bagi PDIP untuk menyampaikan kriteria pejabata, sehingga bisa mewujudkan visi misi partai dalam membangun.
“Saya berbicara ini dalam kapasitas sebagai Ketua PDIP dan sebagai anak daerah juga, sangat kecewa, rolling ini belum ada keterwakilan Papua,” ungkapnya.
Dicontohkan, ketika lelang jabatan Sekretaris Daerah (Sekda), yang saat itu memang sempat dicut, dengan alasan tidak ada keterlwakilan perempuan Papua, hal inipun sudah terjadi pada saat rolling jabatan beberapa waktu lalu.
“Amungme, Kamoro atau Papua tidak ada keterwakilan, dilihat juga ada beberapa perempuan papua yang telah memiliki jabatan yang tinggi di Pemerintahan, tetapi rolling kemarin semuanya non job,” ujar Jhon.
Ia menyebut seperti Elisabet Cetnawatme, yang awalnya jadi Sekretaris Bapenda namun rolling dinon jobkan, begitu juga dengan Bertha Beanal.
“ini sangat disayangkan juga, ya kalau kita melihat ini, kesempatan diberikan kepada mereka yang non Papua, dari pada yang putra daerah,” cetus Jhon Thie.
Terkait dengan ketidaktahuna Wabup soal rolling, ia mengaku sangat menyayangkan hal itu, padahal kata dia, bupati ada sampai di titik ini melalui perjuangan bersama tidak hanya partai Golkar.
“Wabup saja katakan kalau ia jadi wakil atas ajakan bupati bukan katena keinginan sendiri atau ambisi beliau,” terang Jhon.
Karena itu, katanya dari sisi partai dirinya ikut kecewa, karena sebagian besar penempatan pejabat tidak sesuai dengan latar belakang. Bahkan satu nama bisa mendapatkan tiga SK penempatan, kemudian ada yang sudah pindah ke Kabupaten Paniai dan yang lebih fatal ada yang telah meninggal, namanya masih ada di dalam SK.
“Nah berarti penyusunan nama-nama itu juga adapun kesanya asal-asalan. Ini memang hal prerogatif bupati tetapi juga harus jeli, beliau juga harus melihat karena jangan sampai penempatan itu, orang-orang yang ada dibelakang bupati yang tidak punya hal untuk mencampuri hal-hal begini,” tukasnya.
Merasa memiliki tangung jawab sebagai pimpinan partai, dan sebagai anak daerah yang mempunyai kader sebagai Wabup, ia mengatakan memiliki tangung jawab menjelaskan hal ini ke DPP PDIP dan DPD mengenai sikap partai.
Dikatakan Jhin Thie, adapun jika bupati memiliki kebijakan untuk rolling, minimal menempatkan pejabat sesuai bidang. Contohnya Dinas PUPR, yang memiliki pejabat teknis dipindahkan ke distrik, padahal basicnya adalah teknis.
“Saya tidak bilang orang yang masuk itu tidak bisa, tetapi paling tidak yang mereka ini yang memiliko latar belakang sesuai, tidak asal saja. Saya memang tidak berbicara soal suku, siapa saja boleh menempati, karean asas Bhineka Tugal Ika tetapi paling tidak menempatkan orang itu yang pas dan paling tidak libatkan Baperjakat untuk menempatkan orang-orang ini,” katanya.
Diambahkan, tanpa melibatkan Wabup dalam rolling besar-besaran ini tentunya mengundang tanya dari masyarakat yang mengenal Omtob.
“Saya berani berbicara karena saat iti saya sebagai ketua kualisi, dan saya punya hak untuk berbicara dan menjelaskan kepada saudara-saudara kita yang telah berjuang, mereka yang ‘setengah mati’ lalu mereka yang tidak mendapat apa-apa, mereka hanya menjadi penonton,” tuturnya.
Kata Jhon Thie, secara struktur bupati dan wakil bupati adalah satu kesatuan, dan tentunya ada niat baik bupati juga wakilnya. PDIP dan Golkar sampai saat ini harmonis, di tingkat pusat maupun daerah. Sehingga ia berharap koalisi di Mimika janga samnpai terpecah belah tetapi tetap solid dalam kebersamaan contohnya dalam mengambil kebijakan ini harus dirundingkan bersama.
“Seperti jabatan strategis ini mungkin keterwakilan OAP ini harus diakomodir semua, sekarang kita lihat yang OAP ada yang sudah di puncak tertinggi mereka raih, seperti sekretaris, Kabag, dan itu suatu penghargaan, tapi rolling sekarang mereka nonjob, ini tentu melenceng dari RPJMD yang telah kita tetapkan,” ungkapnya.
Selama ini Dewan mengawal RPJMD tujuannya agar tidam melenceng dari yang sudah ditetapkan.
Untuk itu ia berharap agar koalisi ini bisa berjalan harmonis, apalagi Wabup selama ini menurutnya sangat menghargai, ia tidak ingin orang melihat dirinya dan Wabup tidak sejalan, dan ia sudah berbuat banyak dengan kabupaten ini, PDIP tidak pernah sama sekali membuat statemen yang menentang bupati karena karena menyadari kader PDIP terbaik ada didalam pemerintahan itu.
Dalam kesmepatan itu juga, Alfian Akbar Balyanan, Sekretaris DPC PDIP mengatakan hal yang sama, ia menyebutkan bupati telah melanggar UU Otsus dengan tidak menempatkan OAP di posisi jabatan pemerintahan.
Katanya, kapasitas Wabup memang sebagai memberi masukan kepada bupati dan hal progratif ada di Bupati tetapi yang memiliki tugas untuk pembinaan dan pengawasan terhadap ASN. Oleh karena itu yang mengetahui kondisi ASN, cocok tidaknya pejabat tersebut menduduki jabatan itu ialah Wabup.
Karena itu, menurutnya, tidak ada salahnya bupati meminta pertimbangan dari Wabup terkait dengan pengisian jabatan.
“Padahal kita tahu siapa yang paling aktif turun dilapangan, di dinas -dinas yaitu Wabup artinya dia yang paling tahu sekali kapasitas ASN,” ucapnya.
Lanjutnya, secara politik bupati dan wabup memiliki hak legitimasi karena mereka berdua dipilij oleh negara secara paket
“Di Mimika kami partai ketiga yang tertinggi secara perolehan suara tetapi secara nasional kami adalah partai penguasa yang memiliki banyak instrumem baik eksekutif maupin legislatif. Jangan sampai ketidak cermatan dalam mengusung pejabat ini berpotensi diguggat, ini bisa kita lakukan, untuk itu kita harap bupati bisa meninjau hal ini,” harapnya.
Penulis : Indri/Echi
Editor : Linda