
“Habo Enmehe Ni Berloang Ne Ded Enmehe Entur”
TIMIKA,TimeX
Ribuan warga Suku Kei di Timika secara khusuk mengikuti prosesi puncak pemulihan dan penyucian diri warganya yang terlibat konflik melalui ritual adat yang mengusung pesan leluhur “Habo Enmehe Ni Berloang Ne Ded Enmehe Entur “(Dikandung Dalam Satu Perahu-Terhubungkan Dalam Satu Jalan).
Dengan didamaikannya kelompok Utan So’in Hoar Arki dan Hoar Ngutru oleh Raja Songli dan Vamur Danar, maka warga Kei di Mimika menyatakan damai.
Prosesi damai secara terbuka, Rabu (23/11) digelar di Tugu Perdamaian, tepatnya di pertigaaan Jalan Patimurra dan Jalan Yos Sudarso.
Melewati sejumlah tahapan, ritual perdamaian dimulai dengan penyiraman air berkat sebagai lambang pembersihan diri dan penghancur jika melanggar hukum Larvul Ngabal.
Selain mereciki air ke seluruh warga Kei, termasuk tamu undangan yang hadir, warga yang hadir juga diminyaki dengan minyak kelapa murni yang dicelupi emas sebagai lambang keteduhan dan kedamaian, serta wangi kemenyan yang mengasapi sebagai simbol keharuman, membersikan warga Kei dari kebencian dan dendam.
Prosesi lainnya adalah lepas panah dan pemotongan dua hewan kurban, yaitu kambing dan babi.
Dimana kambing dan babi yang disembelih, Darahnya diberikan kepada warga Suku Key untuk mencicipinya sebagai lambang pene busan atas dosa.
Sedangkan pelepasan panah mengartikan semua kesalahan yang telah terjadi pada masa lalu dibuang dan tidak ada lagi permusuhan.
Melengkapi ritual adat, dilanjutkan dengan penandatangan perjanjian bersama, sekaligus penancapan mariam atau kasber di tugu perdamaian oleh Raja Songli.
Dari prosesi damai ini, hukum Larvul Ngabal resmi diberlakukan termasuk sanksi tegas bagi yang melanggar akan mendapat sial secara turun-temurun samai tujuh turunan.
Raja Danar, Vamur Danar dalam sambutannya mengucapakan terima kasih kepada Agustinus Tenawe yang telah menghibahkan tanahnya bagi warga Kei untuk membuat tugu perdamian.
“Karena kita sayang warga Key maka kita datang kesini untuk lakukan upacara perdamaian. Jadi saya minta dengan hormat kepada seluruh warga Kei untuk menghargai prosesi damai ini, jangan lagi terjadi konflik. Hukum ini begitu tajam dan jangan pernah lakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Harus hidup damai. Yang berbuat jahat akan tanggung resikonya sendiri,” tegasnya.
Senada dengan Raja Danar, Wakil Bupati Maluku Tenggara, Yunus Serang menyatakan bahwa leluhur Key sangat luar biasa.
“Mereka datang zaman dahulu dengan misi mulai, yaitu melakukan pelayanan dengan penuh kasih sayang di tanah Papua,”kata Yunus.
Untuk itu, semangat kasih persaudaran yang ditunjukan leluhur pendahulu kita harus dibangun kembali oleh warga Kei di Timika. Saya juga harap jangan lagi ada pertikaian. Hiduplah dengan norma-norma yang terpatri dalam hukum Larvul Ngabal,” tukasnya.
Sementara itu, sambutan Bupati Mimika yang dibacakan oleh Asisten I Setda Mimika, Christian Karubaba, menyatakan kebersamaan di Timika harus tetap terjaga karena kita terlahir dari keberagaman.
Sambungnya, hidup harus saling berdamai dan juga saling menghormati antara satu dengan yang lain.
“Saya pesan kepada seluruh elemen masyarakat untuk hidup selibat menjaga perdamaian untuk mewujudkan Mimika aman, damai dan sejahtera,”kata Karubaba.
Bahkan, kepada aparat keamanan diminta untuk menindak tegas setiap pelaku kriminal yang meresahkan warga lainnya.
Begitu pula, Raja Songli juga menyerukan perdamian bagi warga Mimika.
“Kita harus menghormati dan menjunjung tingi suku-suku yang ada di Timika,” pesannya.
“Semoga prosesi damai ini kita semua saling memafaafkan dan hidup damai,” tukasnya.
Prosesi adat waktu itu dihadiri pula jajaran Forkopinda dan tetua adat serta tokoh masyarat Kei di Timika.(a21)