Mengapa Berita Kontroversial dan Buruk Terasa Lebih Menarik
Mengapa Berita Kontroversial dan Buruk Terasa Lebih Menarik
Berita kontroversial dan buruk kerap membuat kita tergoda untuk mengklik dan membacanya. Berbagai topik negatif—seperti perceraian artis terkenal, sensasi publik figur, pelanggaran hukum, hingga hal-hal tabu—seringkali lebih banyak menyita perhatian dibanding perkembangan inovasi, kemajuan teknologi, atau peningkatan ekonomi. Fenomena ini bukan tanpa alasan. Terdapat banyak faktor yang memengaruhi mengapa informasi buruk dan sensasional cenderung lebih menarik perhatian publik. Artikel ini akan membahas beberapa alasan di balik kecenderungan tersebut.
1. Efek “Negativity Bias” dalam Psikologi
Dalam ilmu psikologi, dikenal istilah negativity bias, yaitu kecenderungan otak manusia untuk memberikan porsi perhatian lebih besar pada hal-hal negatif. Bias ini secara alami terbentuk sebagai mekanisme bertahan hidup. Manusia prasejarah sangat bergantung pada insting yang memicu kewaspadaan terhadap ancaman. Hal tersebut memengaruhi perilaku kita hingga kini, meskipun ancaman pada era modern tidak selalu berbentuk fisik. Ketika otak kita melihat atau membaca berita buruk, secara otomatis ada dorongan waspada dan rasa ingin tahu, sebab berita tersebut dianggap memiliki dampak serius.
Secara naluriah, berita negatif diproses lebih cepat dan tersimpan dalam memori lebih kuat dibanding berita positif. Karena itu, banyak dari kita yang tanpa sadar lebih sering mengakses berita kontroversial atau menyedihkan. Efek inilah yang membuat pemberitaan tentang masalah sosial, bencana, atau konflik menjadi lebih “membekas” ketimbang berita kesuksesan atau capaian positif.
2. Faktor Emosi yang Tergugah
Berita kontroversial umumnya mengaduk emosi pembacanya. Sensasi marah, sedih, kecewa, atau terkejut sering kali muncul saat kita membaca kabar tentang pelanggaran norma, konflik publik, atau peristiwa buruk. Emosi yang menguat ini mendorong kita untuk terus mengikuti perkembangan berita, membagikan atau mendiskusikannya dengan orang lain. Respons emosional ini, selain menyebabkan ketertarikan, juga dapat membuat berita tersebut menyebar lebih luas.
Mengapa Berita Kontroversial dan Buruk Terasa Lebih Menarik
Contoh sederhananya, ketika seorang tokoh publik dikabarkan terlibat skandal, banyak orang langsung menyebarkan tautan beritanya di media sosial. Komentar, opini, bahkan gosip tambahannya bermunculan di mana-mana. Proses tersebut semakin menegaskan bahwa berita negatif kerap menawarkan “ketegangan” yang memicu keterlibatan masyarakat lebih mendalam.
3. Pola Konsumsi Media Digital
Di era digital, sumber berita tidak lagi terbatas pada televisi atau surat kabar. Media sosial dan platform berita online terus berlomba menarik perhatian pengguna dengan berbagai judul clickbait. Munculnya kata-kata bombastis seperti “heboh,” “gempar,” atau “tajam” sering meningkatkan klik dari netizen. Sayangnya, tidak jarang strategi ini mengarah pada penyajian informasi yang cenderung sensasional atau bahkan bias.
Masyarakat kian dimanjakan oleh kemudahan mengakses informasi sehingga cepat atau lambat akan muncul kebiasaan memilih berita dengan judul paling menarik. Fenomena ini menciptakan siklus: media menyuguhkan berita kontroversial yang memancing klik dan komentar, sementara pengguna terus memburunya karena dorongan rasa penasaran. Alhasil, informasi buruk lebih sering terlihat mengapung di halaman depan internet, baik di media sosial maupun mesin pencari.
4. Rasa Penasaran terhadap Hal-Hal Tabu
Hal-hal tabu dan sensasional memiliki daya tarik tersendiri bagi banyak orang. Kebanyakan dari kita ingin tahu lebih dalam tentang topik-topik yang tidak dibicarakan secara terbuka dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sebuah berita berkaitan dengan skandal, pelanggaran moral, atau perilaku yang dianggap menyimpang, respon kita biasanya menjadi dua kali lebih besar.
Sering kali, kita ingin mengetahui alasan di balik peristiwa kontroversial tersebut. Bahkan, tidak jarang muncul rasa “lega” atau “senang” ketika menemukan informasi yang kurang biasa. Dalam beberapa kasus, hal ini dianggap sebagai cara memahami realitas hidup yang berbeda, meskipun tidak jarang juga dapat memperkuat stereotip atau prasangka.
5. Dampak Sosial dan Psikologis
Ketertarikan pada berita buruk tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memengaruhi masyarakat luas. Semakin banyak orang membaca dan menyebarkan kabar negatif, semakin besar pula eksposur terhadap hal-hal yang kurang menyenangkan. Kondisi ini bisa memicu efek domino, seperti meningkatnya kecemasan, pesimisme, dan rasa tidak aman di tengah masyarakat.
Selain itu, kecenderungan kita untuk lebih mudah percaya pada informasi buruk dapat memengaruhi kualitas diskusi publik. Kontroversi yang seharusnya diulas secara mendalam, justru dikonsumsi secara sepintas. Akibatnya, mudah timbul misinformation dan disinformation, terutama jika masyarakat tidak menelusuri kebenaran berita yang dibaca.
6. Peran Media dalam Penyajian Berita
Media massa memiliki peranan besar dalam membingkai peristiwa. Dalam kompetisi mendapatkan perhatian audiens, media kadang sengaja memprioritaskan berita yang memicu respons emosional tinggi. Alur narasi diberi bumbu dramatis agar audiens tidak bosan. Di sisi lain, berita yang berisi informasi positif mungkin dianggap kurang “menjual” karena tidak memancing kehebohan serupa.
Di sinilah tantangan besar dunia jurnalisme dan media sosial. Mereka perlu menyeimbangkan aspek bisnis—yang berkaitan dengan trafik dan pendapatan iklan—dengan tanggung jawab moral. Ini termasuk menyampaikan berita secara benar, berimbang, dan tidak semata-mata mengedepankan sensasionalisme. Masyarakat sebagai konsumen pun perlu bersikap kritis, menyaring berita secara cerdas, dan mempertimbangkan sumber terpercaya sebelum menyebarkannya.
Upaya Mengubah Pola Konsumsi Berita
Meski berita kontroversial dan buruk tampak lebih menarik, kita tetap bisa mengubah pola konsumsi agar tidak terjebak dalam siklus negatif. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
Menyortir Sumber Informasi
Pilih media dan platform yang kredibel, lalu bandingkan beberapa sumber berbeda untuk memastikan validitas informasi.
Mengatur Batas Waktu Konsumsi
Memberi batas waktu tertentu untuk membaca berita negatif dapat membantu menjaga kesehatan mental.
Mencari Berita Positif dan Inspiratif
Aktif mencari informasi seputar inovasi, teknologi, atau cerita inspiratif bisa menjadi penyeimbang arus kabar buruk.
Sikap Kritis dan Skeptis
Bersikap kritis saat membaca judul sensasional, lalu cek fakta lebih lanjut. Jangan mudah terpancing untuk menyebarkan berita tanpa verifikasi.
8. Kesimpulan
Daya tarik berita kontroversial dan buruk telah lama menjadi fenomena yang sulit dipisahkan dari pola pikir manusia. Negativity bias, dorongan emosional, serta gencarnya penyajian media digital menjadikan berita negatif kerap mendominasi atensi publik. Meskipun demikian, kita bukanlah makhluk pasif yang tidak bisa memilih. Dengan mengembangkan sikap kritis, memilah sumber informasi, serta membiasakan diri untuk mencari berita positif, kita tetap bisa menjaga keseimbangan konsumsi informasi.
Kesadaran bahwa berita negatif sering lebih “menggugah” seharusnya menjadi panggilan bagi kita semua untuk lebih waspada. Jangan sampai kita menjadi korban arus negatif yang memperburuk suasana hati dan pola pikir. Pada akhirnya, peran media dan pembaca sama pentingnya dalam membentuk ekosistem berita yang sehat. Sudah saatnya kita lebih selektif dan bertanggung jawab dalam mengonsumsi informasi, agar mental dan sosial kita tidak mudah terpengaruh oleh panasnya sensasi berita kontroversial.